BELAJAR DARI UMAT NABI MUSA AS
Berdasarkan kisah-kisah yang terdapat di dalam Al Qur'an maupun yang disebutkan dalam sejarah, umat Nabi Musa (Bani Israil) termasuk umat yang beruntung.Â
Pertama, umat yang paling banyak diutus para nabi dan rasul. Bahkan, dalam satu kurun waktu tertentu, bisa diutus beberapa nabi sekaligus. Kedua, umat Nabi Musa menyaksikan secara langsung (dengan mata kepala sendiri) berbagai mukjizat yang dimiliki oleh para nabi mereka.
Perlu diketahui bahwa umat Nabi Musa disebut dengan Bani Israil, yang berarti anak-keturunan Israil. Israil sendiri adalah nama lain dari Nabi Ya'qub. Â Israil ini juga digunakan oleh kaum Zionisme sebagai nama sebuah negara di tanah pendudukan (Palestina).
Dalam sejarah panjangnya selama berabad-abad, mereka memiliki nabi-nabi yang cukup terkenal, mulai dari Nabi Yusuf, Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, hingga yang terakhir adalah Nabi Isa. Belum lagi puluhan nabi-nabi lain yang tercantum di dalam Taurat/Injil seperti Nabi Daniel, Ezra, Yesua, Yeremia, Yehezkiel, dll.
Dengan diutusnya begitu banyak nabi, seharusnya mereka lebih mudah mengenal Allah. Dengan mata kepala sendiri mereka melihat berbagai mukjizat agung dan menakjubkan dari nabi mereka, semestinya membuat mereka semakin yakin akan adanya Tuhan Yang Esa, semakin taat dan patuh pada perintah nabinya.
Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Diceritakan dalam Al Qur'an, Bani Israil adalah kaum yang sangat keras kepala, suka membantah (ngeyel), dan berhati batu.Â
Ketika nabi baru datang kepada, mereka semakin membantah dan mendustakan. Mereka mengejek dan mengolok-olok nabi mereka. Lebih dari itu, mereka menyakiti para nabi mereka, bahkan membunuh para nabi.
Ketika ditunjukkan beragam mukjizat Musa seperti tongkat yang membelah lautan, turunnya makanan manna wa salwa ketika mereka kelaparan setelah meninggalkan Mesir menuju "tanah yang dijanjikan", munculnya 12 mata air di padang tandus nan gersang; bukannya membuat mereka bertambah imannya dan bertambah ketaatannya kepada Allah, melainkan mereka semakin membantah, mengingkari, dan mendustakan Musa. Bahkan, Samiri dan pengikutnya membuat berhala anak sapi yang terbuat dari emas.
Oleh karena perbuatan umat Nabi Musa yang sudah sangat melampaui batas inilah, Allah menurunkan azab kepada mereka secara langsung tanpa ditunda-tunda lagi.Â
Seperti mereka tersesat selama 40 tahun lamanya di padang gurun tandus nan gersang, tercerai-berainya anak-keturunan mereka, perselisihan dan perpecahan antar 12 suku Bani Israil, hingga ada yang dikutuk menjadi kera.
Sifat keras kepala dari Bani Israil berlangsung sejak zaman Musa hingga nabi terakhir mereka, yaitu Isa bin Maryam. Belum puas setelah membunuh Nabi Zakariya dan Nabi Yahya, mereka pun berniat membunuh Nabi Isa.Â
Kedengkian mereka kepada Isa membuat mereka melakukan konspirasi dengan penguasa Romawi saat itu, hingga terjadilah peristiwa penyaliban (menurut versi Islam, yang disalib bukanlah Nabi Isa, melainkan orang yang diserupakan dengannya).
Kondisi Umat Nabi Muhammad SAW
Sekalipun Nabi Muhammad juga memiliki mukjizat, namun tak sebanyak dan semenakjubkan mukjizat para nabi sebelumnya. Justru mukjizat terbesar rasul terkhir ini adalah kitab suci Al Qur'an, yang diperuntukkan tidak hanya kepada umat atau kaum tertentu, tidak hanya khusus kepada bangsa Arab; tapi kepada seluruh umat manusia. Mukjizat Nabi Muhammad pun tidak dilihat oleh umatnya secara massal. Yang melihat mukjizat itu hanya sedikit orang, atau orang-orang tertentu saja.
Uniknya, mereka yang hidup setelah Nabi Muhammad wafat, termasuk kita yang hidup saat ini, tidak pernah bertemu dengan Nabi dan tidak pernah pula melihat mukjizat beliau. Tapi kita bisa mempercayai Allah dan Muhammad, patuh dan taat pada perintahnya, tanpa perlu bukti nyata dan langsung seperti yang diberikan kepada umat Nabi Musa.
15 abad telah berlalu. Kita tetap teguh pada keimanan kita. Untuk percaya kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad, kita tak perlu melihat sosok nabi secara langsung, kita tak perlu menyaksikan mukjizat beliau secara kasat mata. Kita hanya perlu menerima agama ini dengan akal kita, dengan hati kita.
Sekalipun di antara kita ada yang belum percaya kepada Islam, namun hati mereka tak sekeras seperti umat Musa, mereka pun tak sampai ingin membunuh para ulama (sebagai pewaris para nabi). Bahkan, umat Muhammad belum pernah ada yang menerima azab dari Allah, sekalipun mereka belum beriman.
Semoga kisah-kisah umat terdahulu bisa kita petik pelajaran dan bisa kita ambil hikmahnya. Semoga pula kita senantiasa berada di jalan kebenaran. Menaati dan mencintai Allah dan RasulNya. Menjadi khairu ummat (umat terbaik) dibanding umat-umat terdahulu. Insya Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H