Mohon tunggu...
trimanto ngaderi
trimanto ngaderi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Pendamping Sosial diKementerian Sosial RI;

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mungkinkah Seorang Pendamping Sosial Menjadi Agent of Change?

25 Juli 2021   15:31 Diperbarui: 25 Juli 2021   15:34 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: https://hailogue.com

Mungkinkah Seorang Pendamping Sosial Menjadi Agent of Change?

Sebagai seorang Pendamping Sosial, kita tentu secara rutin melakukan sesi P2K2 (Program Peningkatan Kemampuan Keluarga) atau FDS (Family Development Session) bagi KPM (Keluarga Penerima Manfaat) dampingan kita masing-masing. Program P2K2 merupakan program pemberdayaan bagi KPM agar terjadi perubahan perilaku dan perubahan taraf ekonomi. Di dalam FDS, diberikan sebanyak lima modul. Di setiap modul, dilengkapi pula dengan flipchart, pemutaran film, buku pintar, permainan, dan alat peraga.

Akan tetapi, pernahkah ketika kita menyampaikan materi, para KPM tidak memperhatikan kita, sibuk ngobrol sendiri, atau bahkan mengantuk? Atau selama dan sesudah materi diberikan, tidak ada dialog atau umpan-balik dari mereka? Mereka hanya diam, sekedar mengiyakan, tidak mau bertanya, tidak mau bercerita, dst. Atau lebih dari itu, ketika pertemuan berikutnya kita menanyakan isi materi pertemuan lalu, mereka lupa dan tidak ada yang bisa diingat lagi. (Nah loch, gimana rasanya kalau seperti itu, hehe...).

Sebaliknya, dari sisi kita sebagai Pendamping, kita juga merasa jenuh dan bosan. Harus menyampaikan materi yang itu-itu terus, atau bertemu dengan KPM yang itu-itu juga. Ditambah lagi kurangnya respon dari KPM saat menyampaikan materi, termasuk tiadanya perubahan perilaku yang bisa dilihat dari mereka. Bisa jadi, dengan kenyataan yang demikian, selanjutnya kita menyampaikan materi secara asal-asalan, sekedar gugur kewajiban. Atau lebih parah lagi, kita hadir tidak lagi menyampaikan materi, hanya sekedar say hello dan meminta tanda tangan presensi.

Pentingnya Ilmu Retorika

Secara sederhana, retorika adalah seni berpidato. Dalam hal FDS berarti seni menyampaikan materi. Kemampuan dalam hal berbicara, ngomong, juga bercerita. Bagaimana caranya agar dalam menyampaikan materi terlihat menarik, memukau, tidak membosankan, bahkan bersifat menghibur. Beberapa hal terkait ilmu retorika adalah kemampuan melakukan improvisasi, breaking ice, teatrikal, dan berorientasi kepada audiens.

Sudah kita memang kurang pandai berbicara, cara penyampaian yang kaku, tidak ada selingan atau variasi (ditambah tampang kita yang sangar dan seram, hehe...), ya wajarlah kalau KPM tidak mau mendengarkan dan ngobrol sendiri. Bisa jadi mereka datang ke pertemuan kelompok karena terpaksa, karena bagi mereka mengikuti FDS itu tidak menarik dan membosankan.

Lain halnya jika kita pandai beretorika, sudah dapat dipastikan KPM akan bersedia menyimak dengan seksama, antusias, merasa senang, dan materi yang disampaikan mudah dicerna dan diingat. Bahkan, satu sesi selama dua jam akan terasa singkat karena KPM menikmati sesi itu dan merasa terlibat di dalamnya.

Setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan terkait ilmu retorika dalam penyampaian FDS, yaitu:

  • Kekuatan ide; kita harus bisa memilih ide-ide yang kuat, mencerahkan, menginspirasi, menggerakkan, jika perlu ide yang revolusioner.
  • Retorika penyampaian; kemampuan melakukan improvisasi, breaking ice, teatrikal, dan berorientasi kepada audiens.
  • Penataan panggung; dalam hal ini meliputi flipchart, pemutaran film, buku pintar, permainan, dan alat peraga.

Ingin Merubah Individu atau Masyarakat?

Apakah FDS yang kita lakukan hanya sekedar merubah individu (KPM) atau merubah masyarakat? Nah, memahami tujuan ini dari awal sangat penting dilakukan. Mengapa, agar setiap kerja atau program yang kita lakukan memiliki target yang jelas dan hasil yang bisa diukur. Biar pun kita sudah menyampaikan materi yang bagus disertai kemampuan beretorika, jika tidak disertai tujuan (goal setting), ya amat disayangkan, eman-eman gitu.

Ketika FDS, kita sering meminta KPM untuk lebih rajin bekerja, punya etos kerja, berperilaku jujur, amanah, dan seterusnya. Padahal pada kenyataannya, tidak semua KPM malas bekerja, tidak semua KPM berbuat curang. Bisa jadi mereka sebenarnya pekerja keras, hanya saja untuk mencari pekerjaan amat susah, mau bertani tidak punya lahan, atau mau berdagang belum memiliki cukup modal.

Diharapkan, seorang Pendamping Sosial tidak hanya melakukan perubahan terhadap individu-individu, tapi juga bisa melakukan perubahan terhadap masyarakat (agent of change). Tidak hanya kepada KPM PKH (Program Keluarga Harapan), juga kepada masyarakat pada umumnya. Terus caranya bagaimana?

Pendamping Sosial sebaiknya memiliki ide-ide yang revolusioner, gebrakan lewat program-program tertentu yang spesifik, membangun jaringan dengan berbagai stakeholder, juga mahir teknologi informasi. Selain itu, juga punya jiwa yang kuat, kokoh, dan tangguh. Punya mental baja, pantang menyerah, dan tahan banting, Tidak mudah kecewa, putus asa, down atau bahasa Inggrisnya mutungan, hehe...

So, jangan lupa juga baca tentang "Teori Perubahan Masyarakat" ya.

Boyolali, 25 Juli 2021

Trimanto, Pendamping Sosial Kecamatan Andong

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun