Oleh: Tri Handoyo
"Orang yang kita perintahkan untuk membuntuti Ki Renggo kemarin," lapor ketua tingkat tujuh kepada Ki Dewan, "Mereka ditemukan tewas di sebuah dusun perbatasan Jombang!"
"Yang aku ingin tahu, bagaimana mungkin murid pilihan dari tingkat tujuh bisa dikalahkan oleh seorang tukang kebun dan murid tingkat satu pula?"
"Tidak mungkin Ki Renggo mampu melakukannya sendirian, dia pasti mendapat bantuan dari seorang pendekar atau sekelompok pendekar, Ki!"
"Pengkhianat itu harus secepatnya ditangkap!" perintah Ki Dewan tegas, "Jangan sampai berita ini menyebar luas di masyarakat! Ini sangat memalukan kita! Apa perlu saya sendiri yang akan turun tangan?"
"Tidak perlu. Percayakan kepada kami untuk mengatasi ini!"
"Baik! Jangan sampai reputasi kanjeng yang selama ini kita jaga mati-matian dihancurkan sedemikian rupa oleh tukang kebun pengkhianat itu! Kamu harus tetap hati-hati. Jombang memang kota kecil, tapi kota itu turut menyumbang banyak pendekar-pendekar terbaik di Nusantara!"
Ki Dewan tiba-tiba teringat dengan Ki Wiryo, mantan demang di Jombang yang kini hidupnya mengenaskan gara-gara Lintang Si Pendekar Pedang Akhirat. Ia berharap Ki Renggo minta perlindungan kepada pendekar itu, sehingga itu akan menjadi alasan terbaik bagi Intijiwo untuk bisa menggempur musuh besarnya itu.
Ia akan menghasut Kanjeng Wotwesi agar menyerbu padepokan Benteng Nusa. Ia sangat yakin kesaktian Kanjeng Wotwesi dan Iblis Muka Gedek mampu menandingi Lintang.
Hari itu juga, Intijiwo secara rahasia mengerahkan puluhan muridnya untuk memburu Ki Renggo, hidup atau mati. Mereka menyusuri setiap desa yang diduga dilewati oleh pengkhianat yang telah membunuh dua saudara seperguruan mereka itu.