Lintang ingin segera mengakhiri semuanya dengan menggunakan jurus pamungkas Pedang Akhirat. Ia menyabetkan pedang sambil memutar badan seperti gasing. Keempat tubuh yang menerjang dan masih dalam jarak sekitar dua meter itu tiba-tiba putus setengah badan. Isi perut mereka berhamburan ketika potongan-potongan tubuh itu jatuh berserakan ke tanah.
Ki Kalong Wesi dengan tubuh terpotong sebatas perut masih berusaha merangkak. Matanya yang mengerikan menatap tajam ke arah Lintang. Potongan tubuh bagian kaki berkelojotan, menjejak-jejak seolah berusaha bangkit, tapi itu tidak berlangsung lama.
Lintang memanggil murid-muridnya untuk naik ke atas. Mereka kemudian mengubur mayat-mayat 'Wong Langit'. Dikubur dalam satu liang lahat. Setelah itu mereka memeriksa ke dalam gubug-gubug, yang membuat mereka sangat terperanjat saat mengetahui bahwa ternyata menyimpan banyak peti-peti kayu. Semua peti berisi perhiasan dari emas dan perak serta batu-batu permata.
Di Jombang kota, hari itu dihebohkan oleh beberapa aksi Ki Demang Japa dan aparat kademangan melakukan penangkapan terhadap Ki Wiryo dan anak buahnya. Dewandaru dan Ustadz Jangkar yang akan melarikan diri dengan membawa banyak emas sumbangan Masjid juga berhasil dilumpuhkan. Sementara murid-murid fanatik Ustadz Jangkar yang menuduh Ki Demang Japa melakukan kriminalisasi terhadap ulama, yang akan melakukan perlawanan berkedok jihad, akhirnya juga dilumpuhkan.
Ki Wiryo ditangkap di rumahnya tanpa ada perlawanan yang berarti. Akan tetapi, karena orang tua sebatang kara itu telah mengalami gangguan jiwa, akhirnya ia dilepas lagi agar dirawat oleh para  pembantunya.
Di masa tuanya, lelaki mantan demang itu lebih banyak diam. Di samping tubuhnya mulai didera berbagai penyakit, kewarasan akalnya juga memprihatinkan. Hanya sekali waktu mulutnya yang jika berbicara miring separuh itu menggumam pendek. Jika disimak, bunyinya, "Tidak mungkin..! Tidak mungkin..!" Hanya Ki Wiryo dan Tuhan yang tahu apa maksudnya. Itu membuat masyarakat akhirnya menyebut Juragan Wiryo dengan julukan 'Juragan tidak mungkin'.
Sekali lagi, masyarakat mendapat pelajaran berharga mengenai filosofi Jawa kuno yang mengatakan 'Ngunduh Wohing Pakarti', yang memiliki arti memetik buah dari apa yang telah diperbuat. Juga 'Becik ketitik ala ketara', yang artinya kebajikan dan kejahatan itu pada saatnya nanti pasti akan terungkap.
Hari itu banyak orang yang tidak tahu bahwa komplotan penjahat yang paling berbahaya di Jombang telah ditumpas habis. Masyarakat luas, khususnya orang-orang kaya, tidak tahu bahwa untuk malam-malam yang akan datang, mereka bisa menikmati tidur dengan nyenyak. Mereka juga tidak pernah tahu bahwa semua itu berkat Lintang Kejora, Si Pendekar Pedang Akhirat, si pembasmi kejahatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H