Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar sang Pendekar (94): Pemutarbalikan Fakta

24 Oktober 2024   06:07 Diperbarui: 24 Oktober 2024   06:17 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Tri Handoyo

Saat penjahat dengan sejuta tipu muslihat itu hendak memanggul tubuh kecil Ghandi, tiba-tiba ia dikagetkan oleh suara aneh.

"Hei Joko Petir, kau bedebah yang benar-benar tidak punya malu!" Suara berat yang muncul entah dari mana itu memecah keheningan. "Semakin tua bangka semakin busuk juga hatimu!"

Sebelum lenyap rasa kagetnya, tiba-tiba tampak seorang lelaki muda muncul dari balik pohon. Lelaki itu berjalan tenang menghampirinya. Pedang yang sarung dan gagangnya terdapat ukiran indah tergantung di pinggang.

Kakek buntung itu maklum bahwa yang berada di hadapannya itu pasti seseorang berilmu tinggi. Cepat dia membungkukan badan memberi hormat dan berkata, "Syukurlah ada tuan muda pasti memiliki pandangan luas tentang cara pengobatan. Cucu saya ini tiba-tiba pingsan kelelahan! Saya yakin anda sudi menolongnya?"

Jawaban lelaki yang ternyata Arya Dewandaru itu adalah serbuan pedang yang cukup ganas. Ia tidak sudi lagi untuk berbasa-basi dengan makhluk jahat menjijikan itu.

Hawa dingin menyambar-nyambar dan terdengar kakek buntung itu beberapa kali mendesis karena merasa betapa hawa pedang menyambar di dekat telinga, leher dan muka. Pedang yang berkilauan saking tajamnya itu seakan-akan mengancam untuk mengulitinya. Penjahat tua itu merasa ngeri juga. Bajunya sudah banyak robek di sana sini dan kedua lengan bajunya yang sebelumnya panjang pun sudah pendek tidak utuh lagi.

Kakek itu kini tampak semakin pucat, badan gemetar dan keringat dingin mengucur membasahi baju. Ia memandang lawannya dengan mata terbelalak. Karena jelas baginya sekarang bahwa lelaki itu benar-benar menghendaki nyawanya.

Di tengah-tengah pertarungan itu terdengar Joko Petir bertanya memelas, "Apa salahku?" Meskipun ia sangat sadar, bahwa sebagai seorang penjahat di masa lalunya, pasti ia telah banyak menebar bibit-bibit permusuhan. Jadi wajar jika memiliki banyak musuh.

"Kau telah merampok dan membunuh romoku!" jawab Dewan tanpa mengendurkan serangannya sedikitpun. "Kau ingat? Aku adalah putra Rakyan Kayuwangi yang kini hendak menunaikan balas dendam!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun