Hari itu ada perhelatan besar, yakni tasyakuran dan peresmian Puri Naga Nusantara, di samping sekaligus acara ulang tahun Ikatan Pendekar Jawa di tahun pertamanya.
Menjelang dimulainya acara tersebut, keadaan di sekitar padepokan menjadi ramai sekali. Para murid padepokan sudah siap menyambut dan mengarahkan tempat bagi para tamu. Yang lebih membahagiakan, di antara penerima tamu itu tampak Mahesa Wijaya dan Ayu Lastri.
Banyak pemimpin perguruan silat bersama murid-murid mereka datang dengan seragam pakaian yang beraneka ragam. Ki Tejo dari Perguruan Kera Putih dan sepuluh orang muridnya mengenakan seragam serba putih. Ki Marijan dari Perguruan Lebah Hitam dan sepuluh orang muridnya memakai seragam merah matang dengan kombinasi hitam. Ki Entong dari Perguruan Kapak Emas dan sepuluh orang muridnya memakai seragam kuning dan kombinasi warna emas. Perkumpulan Kebatinan Sejati dan Sedulur Kejawen memakai pakaian batik. Para anggota Benteng Nusa dengan seragam hijau khasnya.
Beberapa tokoh penting seperti Cak Japa dan Mbah Broto Brantas juga hadir. Beberapa tamu undangan dari kubu Persatuan Pendekar Pribumi juga ada yang bersedia datang, antara lain, Kang Wahid dan Roro Ajeng dari Perguruan Jari Suci, sementara itu, tidak ada seorang pun perwakilan dari Perguruan Macan Abang, termasuk Ki Demang Wiryo yang juga beralasan tidak bisa hadir.
Pagi hari itu, para tamu sudah berkumpul di pekarangan yang amat luas di tengah padepokan. Ada pun para tamu duduk berkelompok-kelompok, menghadap tuan rumah. Uniknya, pertemuan ini sama sekali tidak dilengkapi kursi, bangku atau pun meja, melainkan duduk bersila di atas tikar.
Tuan rumah sekaligus ketua organisasi, Arum berdiri mengangkat tangannya, memberi isyarat agar semua orang jangan berisik. Setelah mengucapkan rasa terima kasih kepada semua yang hadir, menyampaikan niat hajatan dan agenda-agenda pertemuan hari itu, lalu mengatakan hal yang cukup mengejutkan, "Nah, setelah berjalan satu tahun, saya berniat untuk mengundurkan diri sebagai ketua, sekarang saatnya kita adakan pemilihan ketua Ikatan Pendekar Jawa yang baru!"
Terdengar suara kasak kusuk di tengah hadirin, bertanya-tanya apa yang tengah terjadi sehingga ketua mereka itu mengundurkan diri.
"Saya sadar, dengan munculnya fitnah tentang keturunan Mongol, dan kemudian keberatan dari sebagian orang karena dipimpin oleh seorang wanita, maka organisasi kita menjadi pecah. Sekarang, marilah kita memilih seorang ketua baru yang tepat, yang kiranya akan dapat memimpin saudara-saudara sekalian dengan lebih baik!"
Tetapi ada satu alasan penting yang tidak bisa ia sampaikan di depan umum, ia sedang dalam kondisi hamil. Meskipun sebetulnya itu bukan alasan yang bisa diterima, tapi ia ingin fokus pada kehamilannya, karena ia pernah mengalami keguguran.
"Bagaimana kalau langsung kita tunjuk Ki Lintang sebagai penggantinya?" usul seorang tokoh.
"Saya tidak setuju..!" sahut sorang tokoh lain dengan suaranya yang berat. "Bukankah dulu pemilihan dilakukan melalui pertandingan silat? Kenapa sekarang tidak?"