Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (80): Air Tuba Dibalas Air Susu

4 Oktober 2024   06:20 Diperbarui: 4 Oktober 2024   06:24 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

"Menghadapi anjing-anjing seperti kalian itu tidak perlu pakai aturan! Tidak perlu peduli dengan martabat! Apa kalian memakai aturan saat dulu menggempur padepokan Ki Tejo? Apa kalian peduli dengan martabat?" cecar Ki Unggul, langsung memberi kode, dan pasukan kecilnya itu segera menyerang dengan ganas.

Sekarang menghadapi keroyokan itu, biar pun sekelas kedua Pendekar Jeliteng Macan Kumbang, atau Ki Birawa Si Pendekar Rajawali Sakti, mungkin tak akan kalah dalam waktu singkat, namun juga sangat mustahil untuk bisa meraih kemenangan. Pertempuran tidak seimbang di pinggir hutan itu pun berlangsung sengit.

Pertepuran itulah tadi yang didengar oleh Lintang dan Arum, sehingga mereka berdua lantas mencari dan mendatangi tempat asal suara itu.

"Tahan!" perintah Arum, "Berhenti semuanya!"

Mereka yang sedang bertempur itu pun langsung menghentikan perkelahian dan menengok karena suara teriakan itu mengejutkan semua orang dan sangat bertenaga. Sementara itu, Lintang membuntuti Arum memasuki gelanggang pertempuran, menghadapi orang-orang yang memandang mereka berdua dengan heran.

Ki Unggul segera memberi hormat dan diikuti oleh semua anak buahnya. "Guru Putri Arum!" sebutnya masih dengan sikap hormat.

"Kenapa kalian berkelahi, Paman Unggul?" tanya Arum.

"Mereka telah berani kurang ajar memfitnah Guru Putri dan Raden Lintang!" jawab Ki Unggul.

Arum memandang keempat orang yang nyaris kehilangan nyawa itu dan menarik nafas panjang. Ki Birawa telah menderita beberapa luka. Kedua Pendekar Jeliteng agaknya lebih parah, apalagi sebelah tangan kanan Ki Paimo sudah terbabat putus, sedangkan Ki Paidi sudah roboh dengan punggung terkena beberapa bacokan. Sementara muka Ki Lurah Panji telah bermandi darah. Mulutnya pecah dan giginya rontok. Ia terkapar dan ketika menyeringai kesakitan, tampak gigi depannya yang tinggal tiga buah, atas bawah.

Arum kemudian berkata, "Pergilah kalian!"

Ki Birawa dengan terhuyung-huyung membantu Ki Lurah berdiri. Sementara Ki Paimo yang telah kehilangan sebelah tangannya mengangkat Ki Paidi yang pingsan. Mereka menundukan kepala seolah ingin mengucapkan terima kasih atas pertolongan Arum itu, dan cepat-cepat menyingkir dari situ.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun