Oleh: Tri Handoyo
Ki Demang berkata kepada Ki Panji, "Tak perlu melaporkan hal ini. Aku sudah tahu. Ketahuilah bahwa Si Iblis Betina juga menyaksikan pertempuran tadi, dan saya mendengar semuanya darinya!"
Panji terkejut, karena ia tadi juga berada di lokasi keributan yang merupakan wilayahnya itu. Akan tetapi ia tidak melihat kehadiran Si Iblis Betina. Terpaksa ia memalingkan muka memandang dan ia terkejut sekali melihat sinar mata nenek itu penuh selidik menatapnya. Ia tidak tahan menatap sorot mata itu lebih lama lagi dan kembali menunduk.
Kalau melihat mata Si Iblis Betina itu, orang akan bergidik. Mata itu membayangkan nafsu amarah dan bayang-bayang maut terpancar di sana. Si Iblis Betina tersenyum, aneh kalau tersenyum karena nenek setua itu giginya masih berjajar utuh. Cuma gigi-gigi itu berwarna kecoklatan.
"Guk Seger menderita luka dalam yang serius!" kata Ki Demang, "Sekarang kita fokus dulu untuk mencarikannya obat!"
Si Iblis Betina berkata dengan suara serak, "Luka-lukanya mengakibatkan demam tinggi. Lekas kau carikan akar pohon Sambung Nyowo dan tulang landak hitam, serta kemudian campur dengan darah ular kobra!"
Orang-orang yang berada di ruangan itu tampak keheranan mendengarnya.
"Kalau akar Sambung Nyowo masih mudah, tapi kalau landak hitam dan kobra, tidak gampang carinya?" sahut Ki Panji.
"Coba siapa saja pergilah ke Mbah Myang Mimbe, dia biasanya menyimpan barang seperti itu!"
"Ha.., bukankah Mbah Myang sudah mati? Sudah lama sekali!"
"Sudah lama? Aku sebulan yang lalu baru bertemu di rumahnya!"