Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar sang Pendekar (79), Tempat Terangker Adalah Tempat Teraman

2 Oktober 2024   04:14 Diperbarui: 2 Oktober 2024   04:48 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Kaki bukit sebelah utara Kedung Lintah itu sangat indah pemandangannya. Penuh pepohonan rindang dan rumput menghijau segar. Di situ mengalir sebuah sungai kecil yang airnya amat jernih, penuh batu-batu hitam yang beraneka macam bentuknya. Kalau di pandang dari lereng, tampak betapa indah dan suburnya tanah kaki gunung itu, menyejukan hati.

Arum dan lintang menaiki lereng dengan cepat sekali. Akan tetapi, setelah tiba di puncak bukit, mereka merasa bulu tengkuk berdiri. Keadaannya amat menyeramkan.

Daun-daun pohon bergoyang-goyang tertiup angin. Kembang-kembang merah memenuhi ranting. Rumput-rumput hijau yang tidak pernah terinjak kaki nampak menyemak liar. Suara gemercik air seperti dendang lagu yang tak kunjung berakhir. Tempat itu diselimuti kabut. Begitu sunyi, melengang melebihi sunyinya kuburan. Kesunyian yang begitu mencekam.

Di bawah pohon gayam terdapat kerangka manusia. Tengkorak manusia yang bersandar pada pohon itu masih utuh dan sepasang lubang bekas mata itu seolah-olah tengah memandang ke arah mereka. Tangan kiri kerangka itu mencengkeram sebatang kapak yang gagangnya tampak mulai lapuk.

"Kanda!" seru Arum lirih dan tangannya berpegangan pada lengan Lintang. Mereka berjalan menuju gua. Tempat terkutuk itu, di mana hawa maut mengancam semua yang hidup, menimbulkan rasa ngeri di hati Arum. Segera dia berusaha menguasai dirinya dan melangkah merapat di sisi Lintang yang tetap melangkah dengan tenang.

Mereka memasuki gua, dan Arum kembali merasa bulu kuduknya meremang karena melihat di dalam gua itu ada sebuah peti mati. Tempat membakar dupa yang amat kuno terletak di ujung peti dan sisa-sisa abu tampak menggunduk di sekitarnya. Ketika Lintang mendekati, tampak jelas bahwa sudah lama sekali tidak ada orang yang menyentuh tempat itu, buktinya di atas permukaannya terdapat banyak sarang laba-laba. Di tengah-tengah peti tampak sebuah kitab kuno yang terselimuti debu tebal. Di sampulnya terdapat sebaris tulisan berhuruf Jawa yang berbunyi 'Serat Sekti Mandraguna'.

"Ini kitab yang kita cari!" seru Arum girang, "Syukurlah, ternyata di sini aman!"

"Memang, untuk menyimpan harta karun, tempat terangker adalah justru tempat teraman!" timpal Lintang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun