Panji sebetulnya punya sebuah rahasia yang menyakitkan karena cintanya pernah ditolak Arum Naga. Ia juga sudah mendengar bahwa Ajeng pernah sakit hati terhadap Arum karena dianggap telah merebut Tulus. Jadi mereka adalah pasangan suami istri yang menyimpan dendam tersembunyi kepada orang yang sama.
Setelah Panji dan Ajeng mendengar berita mengenai siapa Lintang sebenarnya, yakni bukan Kebo Kicak, mereka pun merasa senang. Itu berita membahagiakan bagi mereka. Kini mereka bisa mencibir kepada Arum. Mereka yakin Arum dan Lintang pasti telah berbuat tidak senonoh. Panji dan Ajeng bisa sepakat soal Arum, tapi tidak sepakat soal Ki Demang.
***
Pagi itu Asih dan putrinya, Alya Dananjaya, mengunjungi Arum. Mbok Semi mempersilakan ibu dan putrinya itu masuk ke ruang tamu, dan memberitahu bahwa Arum sedang bermeditasi di kamarnya. Mbok Semi sebetulnya tahu bahwa Arum masih tidur. Arum sering berlatih silat saat menjelang tengah malam dan kemudian melakukan meditasi hingga subuh. Setelah mentari mulai hadir, nyonya muda itu baru beristirahat untuk beberapa saat.
Ruang tamu itu cukup luas, tapi hanya berisi satu kursi panjang dan empat kursi kecil. Di depan masing-masing kursi terdapat meja berkaki pendek, berwarna coklat mudah. Tidak banyak hiasan yang terpajang di dinding, hanya sebuah lukisan pemandangan di atas kursi panjang. Ruang tamu sederhana, namun kondisinya bersih dan rapi, sehingga tamu akan merasa nyaman berlama-lama di dalamnya.
Ruang tengah dan ruang tamu sebetulnya satu bagian utuh, hanya dibatasi oleh rak kayu yang masih menyisahkan banyak celah, sehingga orang dari kedua ruang itu masih bisa saling melihat. Terdapat beberapa hiasan guci yang berbaris di depan rak pembatas.
"Ning Arum," panggil Mbok Semi seraya menggoyang sebelah kaki tuannya dengan pelan.
"Iya, Mbok?"
"Ada Mbakyu Asih!"
"Oh, baik. Tolong buatkan minuman, saya mau cuci muka dulu!" Arum ganti pakaian sebelum akhirnya bergegas menuju ruang tamu.
"Maaf, mengganggu meditasi Dik Arum!" kata Asih mendahului.