Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (70): Ikatan Pendekar Jawa

20 September 2024   10:04 Diperbarui: 20 September 2024   10:12 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senjata Ki Tejo merupakan benteng yang sukar sekali ditembus. Ia tidak pernah mengelak, melainkan dengan mahirnya memainkan senjatanya untuk menangkis dan berbarengan mengirim serangan balik. Ajeng memanfaatkan ilmu meringankan tubuhnya untuk menyerang dari berbagai arah. Ia menyabet dari kiri, lalu tiba-tiba sudah membacok dari depan dan kemudian menebas dari kanan, bertubi-tubi dengan ganasnya.

Jika pertarungan itu berlangsung lama, maka Ajeng justru bisa dipastikan akan kalah karena ia lebih banyak menguras energi. Kini ia menukik dari atas dan pedangnya menusuk deras ke arah ubun-ubun.

Tanpa menduga datangnya serangan itu, kini Ki Tejo menjatuhkan tubuhnya sambil memutar ruyung melindungi kepala. Rupanya Ajeng menduga bahwa senjata Ki Tejo itu tidak akan efektif untuk menerima serangan dari atas, dan dugaannya ternyata tidak meleset. Ajeng menggempur tubuh lawannya yang berbaring di lantai. Ia melihat cela dan ujung pedangnya menghujani lawan. Tenaga pantulan tusukan ujung pedangnya itu mampu ia manfaatkan untuk menopang tubuhnya tetap melayang beberapa saat di udara.

Ki Tejo terus memutar senjatanya tanpa ada kesempatan untuk bangun. Tiba-tiba Ajeng melompat dan menginjakan kakinya di pinggir arena, sementara senjata Ki Tejo masih terus berputar, meskipun semakin lambat dan akhirnya berhenti.

Semua yang menyaksikan merasa tegang dan penuh kekaguman. Mereka baru tahu bahwa Ki Tejo telah berdarah. Ia mengalami tusukan pedang di pundak, pinggang, dan bahu kanannya.

Beberapa murid Perguruan Lebah Hitam lantas berlari untuk menolong guru mereka. Setelah dibantu berdiri, Ki Tejo menatap Ajeng sambil memberi hormat. "Selamat!" ucapnya sambil meringis menahan pedih.

"Terima kasih! Maafkan saya Ki Tejo!" sahut Ajeng seraya membungkukan badan membalas memberi hormat.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Anda luar biasa anak muda!"

Orang-orang memberi tepuk tangan atas kemenangan Ajeng dan salut atas kebesaran jiwa ksatria Ki Tejo.

"Sayangnya pedang itu kurang tenaga!" celetuk Ki Birawa, "Hanya cepat saja, jadi tentu kurang berbahaya seperti kalau dimainkan dengan tenaga dalam!" Ia berlagak sebagai orang yang seolah-olah lebih pandai, yang menilai permainan orang yang tingkat ilmunya lebih rendah darinya.

Kini tinggal giliran Pendekar Tinju Seribu menghadapi Ki Marijan dari Perguruan Kera Putih. Ki Marijan yang berwajah ramah bersenjata tongkat kayu berwarna hitam, yang salah satu ujungnya berkepala besi. Bajunya tanpa lengan dan celananya hanya sebatas lutut. Secara keseluruhan penampilannya sangat sederhana. Berbeda dengan Pendekar Tinju Seribu, yang pakainnya terbuat dari bahan yang bagus dan terkesan mewah. Pendekar yang berkumis tebal itu tidak menggunakan senjata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun