Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (66): Pendekar Gembul

14 September 2024   05:49 Diperbarui: 14 September 2024   06:32 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Oleh: Tri Handoyo

Adipati Arya Jatmika yang berkedudukan di Kotaraja menerima laporan dari Ki Demang Wiryo mengenai adanya gerombolan pemberontak. Gerombolan yang dimaksud, yang merupakan sisa-sisa pendukung Majapahit itu memang selalu menimbulkan keonaran, yakni suka menghadang pejabat-pejabat kaya yang melintasi wilayah mereka. Di samping itu Ki Demang juga menuduh bahwa gerombolan itu bekerja sama dengan padepokan Benteng Naga.

Sang Adipati tampaknya tidak begitu saja menanggapi laporan itu. Ia lebih percaya laporan tilik sandinya yang mengatakan tentang fakta yang sebaliknya. Faktanya adaah Ki Demang Wiryo itu seorang penguasa daerah yang cenderung memperkaya diri sendiri dan menindas rakyat. Sementara perguruan Benteng Naga yang dituduh sebagai pembela pemberontak justru adalah pembela rakyat kecil.

Sepeninggal Topo Surantanu, Perguruan Macan Abang yang didirikan oleh Ki Demang Wiryo ikut kehilangan ruh dan nyaris bubar. Aliran bela diri yang sebelumnya memang merupakan campuran dari beberapa cabang bela diri itu kini semakin tidak jelas bentuknya. Kedua Pendekar Macan Kumbang, Ki Paimo dan Ki Paidi, sudah tidak dihargai oleh Ki Demang dan oleh sebagaian besar murid Macan Abang.

"Kalian tahu ini apa?" tanya Ki Paimo kepada murid-murid Macan Abang. Ia dan Ki Paidi masih terus berusaha mengangkat reputasi mereka kembali, kendati harus dengan menipu diri sendiri. "Ada yang tahu?" ulangnya bertanya.

"Pisau dapur!" celetuk seorang murid yang sangat berani, dan langsung disambut tawa berderai oleh yang lain.

"Pisau dapur gundulmu!" bentak Ki Paimo garang, "Ini pisau Pancanaka yang sangat terkenal, yang sudah mengantar banyak nyawa pendekar ke kuburan!"

Murid-murid padepokan yang sebagaian besar tahu kekalahan beruntun yang selalu dialami oleh kedua Pendekar Jeliteng itu cekikikan menyembunyikan tawa. Mereka sudah bosan mendengar segala bualan pendekar tua renta itu.

Ki Paimo tak dapat menahan kesabarannya lagi dan ia berpaling ke Ki Paidi, lau dua sosok bayangan hitam berkelebat didahului sinar pisau Pancanaka yang amat menyilaukan mata. Pekik kesakitan segera terdengar susul-menyusul, dan beberapa orang murid roboh oleh pisau yang ampuh, yang mengamuk seperti seekor Macan Kumbang.

Beberapa murid menerima goresan luka di paha yang tidak begitu membahayakan nyawa mereka. Akan tetapi cukup mengeluarkan darah, dan membuat mereka merasa ngeri menyaksikan serangan cepat tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun