"Wah, berarti tidak rugi saya datang ke sini!"
"Tentu tidak, anda datang ke tempat yang tepat!"
"Siapa orang yang memiliki kitab itu?"
"Dia orang yang cukup berilmu tinggi, yang kebetulan juga menjadi musuh kademangan!"
"Saya ingin sekali adu kesaktian dengan orang itu, dan saya yakin pasti bisa menghancurkannya!"
Tidak berselang lama, Ki Juwaima Subandar berdiri di depan pintu gerbang Padepokan Benteng Naga, dan memaksa untuk bertemu dengan pimpinan padepokan.
Ia diantar oleh seorang murid menuju kantor Tim Tujuh.
"Maaf, Guru kami sedang bepergian. Apa yang bisa saya bantu, Tuan Pendekar?" tanya Mahesa, ketua Tim.
"Untuk kalian ketahui, aku adalah Juwaima Subandar Pendekar Pertapa Sakti. Pertama, aku minta kitab 'Sekti Mandraguna'. Ke dua, aku minta pembagian harta karun! Itu saja! Kalau kedua permintaan itu tidak kalian penuhi, jangan salahkan bila padepokan ini akan aku obrak-abrik. Kalau perlu aku ratakan dengan tanah!"
Tim Tujuh itu bukan orang sembarangan, tapi mereka juga tidak mau gegabah. Mendengar pernyataan yang sangat sombong dan merendahkan itu mereka tetap berusaha keras untuk menahan diri.
"Mohon maaf, Ki Juwai, mengenai harta karun kami tentu tidak bisa memutuskan tanpa persetujuan dari Guru Tulus pimpinan kami! Kalau mengenai kitab itu, terus terang kami tidak tahu!"