Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar sang Pendekar (48), Memupus Dendam

17 Agustus 2024   05:15 Diperbarui: 17 Agustus 2024   06:46 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Ketika kakak-kakak lelaki Ajeng berkelahi dengan anak lain, Jenar acuh tak acuh. Seolah tidak mempermasalahkan. Sementara ketika Ajeng berkelahi, murkanya seperti ia telah melakukan dosa besar. Lalu, soal keluar rumah, kakak-kakaknya bebas pergi ke mana saja, sedangkan Ajeng tidak boleh ke mana-mana tanpa ditemani saudaranya.

Saat mulai semakin tidak betah tinggal bersama orang tua, ia minta diijinkan untuk tinggal di rumah eyang putrinya, dengan alasan ingin masuk perguruan silat, dan rumah eyang putri berdekatan dengan padepokan Jari Suci. Sejak itu pertengkarannya dengan Jenar sudah tidak pernah terjadi lagi.

Sebagai anak gadis yang berkemauan keras, ia memang sering kali mempertanyakan apa alasan-alasan dibalik setiap larangan. Apalagi, kalau yang menjadi alasan tidak sesuai dengan logikanya atau bertolak belakang dengan realitas yang ada, maka ia pasti akan protes. Baginya itu perjuangan untuk melindungi hak-haknya.

Setelah berusia sembilan belas tahun ia kembali tinggal bersama orang tuanya, dan pertengkaran demi pertengkaran mulut kembali terjadi. Seperti senam rutin. Ia kadang bisa berjiwa besar untuk mengakui bahwa ia memang salah. Akan tetapi, menurutnya mereka juga salah. Akhirnya kedua belah pihak saling bersikap keras kepala dengan pendirian masing-masing. Ia akan bertambah jengkel saat mereka sudah bawa-bawa, 'Dasar anak durhaka!' atau 'Dasar keras kepala dan susah diatur!'

Gadis yang kini menginjak usia dua puluh tahun itu belum bisa memejamkan matanya, barangkali karena malam itu udara terasa panas. Ia lalu bangkit dari ranjang dan membuka jendela kamar.

Kabar kematian Pendekar Mpu Naga Neraka membuat ia merasa senang. Tentu saja itu didasari oleh karena Mpu Nagalah yang mengakibatkan ia kehilangan Tulus. Ia juga senang ketika membayangkan betapa akan sedihnya Arum kehilangan ayahnya.

'Kapok..!' batinnya, merasa apa yang terjadi dengan Arum itu adalah balasan yang setimpal dengan apa ia rasakan ketika kehilangan orang yang dicintainya. 'Gara-gara kamu aku sangat menderita sampai detik ini! Rasakan karmanya! Orang yang teraniaya doanya pasti akan dikabulkan!'

Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang aneh. Seketika itu juga timbul hawa panas dari pusarnya, hawa panas yang naik ke atas dan membuat kepalanya pening seperti kekurangan darah.

Pada dasarnya Ajeng adalah seorang gadis yang baik, yang sama sekali bersih, dan pada dasarnya dia memiliki warisan kekuatan batin. Maka begitu ada kekuatan sihir yang amat kuat, dan biar pun ia belum tahu bahwa ada serangan, namun secara otomatis kekuatan hatinya telah menghasilkan hawa panas menolak kekuatan sangat jahat itu. Keringat mulai membutir di kening dan dahinya.

Cak Tulus, tahukah kamu bahwa kamu telah membuat hatiku hancur? batinnya nelangsa. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia benci laki-laki itu. Ia sangat benci keluarga Mpu Naga. 'Arum, kamu manusia yang tidak punya perasaan!'

Ia gagal memupus dendam. Itu membuat serangan sihir kembali datang dan mendobrak pertahanannya. Ia lalu menjatuhkan diri di atas ranjang dan kemudian terkulai pingsan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun