Tutik akhirnya mengaku, ia memutuskan mencari kos lain karena sering mendengar suara perempuan menangis dari kamar sebelah. Padahal kamar itu kosong sejak sebulan yang lalu. Kamar itu adalah kamar Elsa yang meninggal dunia karena bunuh diri.
Yang berikutnya adalah peristiwa teror telepon. Telepon itu terletak di dekat dapur. Lumayan jauh dari deretan kamar-kamar tidur. Belakangan setiap malam telepon itu berdering. Tidak ada yang berani mengangkat. Karena bunyi berulang kali, akhirnya ada tiga orang memberanikan diri bersama-sama menghampiri telepon. Khawatir barangkali ada berita penting dari keluarga di kampung.
"Halo..!" ucap Putri.
Lama tidak ada balasan. Hanya terdengar seperti suara angin berhembus. Lampu dapur yang biasanya terang saat itu tampak remang-remang. Barangkali sudah waktunya harus diganti. Suasana begitu senyap, hingga terdengar suara nafas di seberang telepon.
"Halo..!"
"Halooo...!" terdengar suara balasan seorang perempuan dengan nada lembut. Kemudian cekikikan pelan.
"Hei kamu jangan kurang ajar ya!" Gagang telepon ditutup. Sebelum melangkah meninggalkan tempat itu, telepon berbunyi lagi.
Putri kembali mengangkat gagang dan dengan ketus menegur, "Hei! Kamu apa kurang kerjaan ya, malam-malam begini..."
Terdengar lagi hembusan angin disertai tawa lirih.
"Jangan dihiraukan. Itu orang gendeng!" pungkas Yuli, dan mereka satu ide.
Putri menghardik di telepon, Â "Hei setan, jangan kamu pikir aku takut ya!"