Saat itu seorang tabib, Ki Dewo, datang menghadap Ki Demang Wiryo. Setelah memberi hormat dia berkata. "Mohon ijin mau melaporkan, Ki Demang!" ujarnya dengan kepala masih tetap tertunduk.
"Ya silakan!"
"Hasil pemeriksaan saya, kedua lengan Ki Blandotan telah dilumpuhkan terlebih dahulu sebelum serangan mematikan ke arah jantung. Pasti tujuannya untuk membebaskan kedua anak kecil yang disandera. Jadi ada dua kali serangan yang sangat cepat. Syaraf-syaraf di kedua lengannya putus! Jantungnya hancur seperti daging yang dicacah. Tidak ada tanda-tanda perlawanan. Tubuh tak bernyawa itu roboh di tempat di mana ia pertama menginjakkan kaki dengan sempurna. Saya belum pernah dengar ada ilmu mematikan semacam ini!"
Suasana mendadak sepi. Angin malam yang dingin menerobos melewati kelambu jendela seolah mengirimkan kengerian yang sama. Orang-orang yang berada di ruang tamu itu merasa ngeri membayangkan kehebatan ilmu si pembunuh misterius itu.
Selama ini Ki Blandotan Kobra dikenal sebagai pendekar yang sangat ambisius untuk menjadi orang yang paling sakti di Nusantara. Dia tidak pernah berhenti untuk terus berlatih demi memperdalam ilmu silatnya. Sudah tak terhitung berapa banyak pendekar-pendekar yang menghembuskan nyawa di tangannya, tapi kematiannya sendiri sungguh tragis. Benar-benar sulit dipercaya.
***
Ki Demang Wiryo yang sangat meyakini bahwa Mbah Kucinglah pembunuh itu, sengaja mau menguji. Ia curiga bahwa kakek kerempeng itu sebenarnya sedang bersandiwara. Awalnya ia hendak menawarkan bantuan untuk memperbaiki langgar dan meminta Mbah Kucing untuk menghitung biaya yang dibutuhkan. Ki Demang membawa seorang tukang bangunan untuk membantu merencanakan apa-apa yang perlu diperbaiki serta anggaran biayanya.
Di tengah percakapan Mbah Kucing dan tukang bangunan, Ki Demang mendadak melancarkan pukulan ke arah dada. Dia yakin secara reflek, seorang pendekar pasti akan menangkis atau mengelak dari sebuah serangan. Tetapi alangkah mengejutkan, ternyata serangan itu tepat mengenai sasaran. Tubuh Mbah Kucing terpental dua jengkal dan roboh sambil meludahkan sepercik darah.
Dengan wajah keheranan Mbah Kucing menatap Ki Demang dengan pandangan memelas. Orang-orang yang terkejut dengan kejadian itu segera datang menolong.
"Maaf! Apa yang terjadi Ki Demang?" tanya salah seorang dari mereka.
Ki Demang terpaku di tempatnya. Ia bingung, menyesal dan merasa malu. Ia kini benar-benar yakin bahwa kakek tua itu sama sekali tidak menguasai ilmu bela diri. Kemudian ia meminta maaf dan memberikan uang sebagai tebusan sebelum akhirnya menyingkir dari tempat itu.