Dengan berbekal lencana patih milik Arya Tadah, Gajah Mada meminta mereka menghimpun orang-orang yang masih setia dan kemudian meminta perlindungan dari para menteri untuk menumpas Ra Kuti dan kawan-kawannya.
Sebelum pelita-pelita di sepanjang jalan dan di rumah-rumah dinyalakan, saat Halayudha dan tujuh orang Darmaputera serta pengalasan sedang bersuka ria, terjadilah penyergapan. Ada badai yang tiba-tiba mengamuk. Badai itu digerakan oleh Gajah Mada untuk menumpas para pemberontak.
Empat orang anak buah Ra Kuti, dengan murka maju serentak mengeroyok Gajah Mada. Serangan-serangan yang mereka lancarkan sangat berbahaya. Akan tetapi, betapa pun gesitnya pedang mereka bergerak mengancam, senjata-senjata itu selalu tertangkis oleh Gajah Mada. Menghadapi gerakan pedang yang luar biasa cepat dan anehnya itu, kelima orang pengeroyok itu terkejut bukan main. Mereka berlima lalu mengerahkan ilmu silat andalan mereka, mengurung dari berbagai arah, merupakan kepungan segi lima yang sebentar-sebentar berubah karena mereka selalu berpindah-pindah posisi. Inilah keistimewaan pasukan khusus istana.
Dengan kewaspadaan tingkat tinggi, Gajah Mada menghadapi mereka yang luar biasa sekali gerakannya. Pemuda Mada itu seakan-akan tidak sedang menghadapi lima orang yang mengepung dari berbagai arah, karena ia tak pernah memalingkan wajahnya kecuali hanya menghadap ke satu orang, yakni Ra Kuti. Meskipun demikian, pedangnya bergerak sedemikian rupa hingga setiap kali senjata lawan datang dari arah mana pun, selalu dapat tertangkis. Bahkan sekali waktu ia masih sempat mengirim tusukan dan sabetan balasan yang tidak kalah hebatnya.
Demi menyaksikan jalannya pertempuran itu, banyak orang yang terpaksa menahan napas saking kagumnya. Betapa lima orang berputar-putar dan tubuh mereka tampak bagaikan bayangan yang berkelebat cepat sekali. Di tengah lingkaran itu tampak Gajah Mada yang masih sanggup menahan berbagai gempuran sengit itu dengan sangat gigih.
Banyak orang yang tidak akan menyangka sama sekali bahwa itulah ilmu Benteng Naga yang tidak ada duanya di dunia ini. Gerakan pedang itu dilakukan dengan gerakan yang tampaknya lentur dan lambat, karena kecepatannya memang memanfaatkan dari tenaga dan kecepatan lawan, sehingga Gajah Mada tak perlu menguras banyak tenaga.
Tiap kali serangan kilat lawan datang, cukup ia sentuh dengan ujung pedang dan senjata lawan itu tentu menyimpang arahnya, sedangkan dengan pinjaman tenaga kecepatan senjata musuh, pedangnya dapat memantul dengan luar biasa cepatnya dalam serangan balasan. Juga ia melakukan itu dengan tenaga dalam yang tinggi hingga tiap kali senjatanya membentur senjata lawan, maka lawannya akan merasa betapa tangan mereka tergetar.
Pada akhirnya, Ra Kuti dan Ras Semi terbunuh dilokasi, puluhan orang pengalasan tewas, tapi yang lain mendapatkan pengampunan. Halayudha yang belakangan diketahui sebagai dalang pemberontakan, akhirnya dihukum mati.
***
Setelah negeri aman, Raja Jayanegara dan keluarganya kembali ke istana. Atas jasa-jasanya, Gajah Mada kemudian diangkat menjadi Patih Kahuripan. Dua bulan kemudian dia juga diangkat menjadi Pati Daha untuk menggantikan Arya Tilam yang baru saja meninggal.
Gajah Mada dalam kemajuan karirnya itu mendapat bantuan dan dukungan penuh dari gurunya, Patih Arya Tadah (Mpuh Krewes). Sejak mengetahui potensi besar pada diri prajurit muda itu, Arya Tadah lantas membimbingnya secara khusus.