Kembali ke hari menjelang reuni yang semakin dekat, suatu hari Anto main ke rumah. Di tengah asyik ngobrol, aku menyinggung soal Yono. Aku juga mengutarakan niat ingin berkunjung ke rumah Yono, seorang teman yang benar-benar menghilang dari peredaran bumi.
"Ayo, aku juga pingin ketemu anak itu!" timpal Anto.
"Oke, sekaligus mengabarkan rencana reuni! Kapan kamu ada waktu?"
"Ayo sekarang? Mumpung waktuku longgar!" seru Anto antusias.
"Oke. Kamu masih ingat tempatnya?"
"Ingat-ingat lupa. Ya gampang, nanti kita tanya-tanya! Orang desa itu sampai tetangga desa jauh pun biasanya kenal!"
Kami berdua memang pernah mengunjungi rumah Yono. Sekali, dan itu berarti sudah dua puluh lima tahun yang lalu.
Tidak berselang lama kami sampai di desa tempat Yono tinggal. Aku membayangkan betapa kasihan Yono waktu sekolah dulu, karena harus bersepeda menempuh jarak sekitar dua puluh kilometer pulang pergi. Setiap hari.
Setelah nyaris keliling kampung tanya ke sana ke mari kepada warga, akhirnya kami menemukan rumah Suyono. Tidak jauh berbeda. Rerimbunan bambu di samping rumah masih tetap ada seperti dulu. Di pinggir persawahan.
"Ya, aku ingat sekarang!" seru Anto begitu melihat rumah dan pohon bambu.
Rumah itu sepi. Kami mengetuk pintu yang tertutup. Tidak lama kemudian ada seorang perempuan muncul dari samping rumah.