Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keajaiban Imajinasi

25 Mei 2024   07:15 Diperbarui: 11 Juni 2024   20:39 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Kenapa pikiran pun pada akhirnya diragukan? Sebab tidak ada jaminan bahwa hasil dari pikiran itu pasti benar. Apalagi memutlakan sesuatu sebagai kebenaran tunggal. Pikiran bisa bias, ambigu, nisbi dan bahkan sesat. Namun demikian, yang bertugas untuk meragukan dan kemudian mampu meluruskan itu juga pikiran, tapi disebut akal budi yang diyakini bersumber dari hati nurani atau kalbu.

Dahulu kala, seorang anak yang bapaknya hanya musisi jalanan, yang bernama Galileo, pernah meruntuhkan hukum Aristotel. Aristotel yang disebut Sang Guru Utama, yang hukum-hukumnya menjadi dogma kaum agamawan selama ratusan tahun, tiba-tiba dijungkir-balikan oleh anak seorang pengamen bandel itu.

Galileo berani mendakwahkan bahwa bumi bukan pusat tata surya, bahwa bumi beredar mengelilingi matahari, serta bentuk bumi bukan datar, melainkan bulat. Dia langsung dicap sesat kala itu.

Salah satu hukum Aristotel yang menyatakan bahwa jika dua benda dijatuhkan pada ketinggian yang sama, maka benda yang lebih berat akan menyentuh bumi lebih dulu. Itu seperti sesuatu yang pasti benar meskipun tanpa ada pembuktian.

Galileo meragukan itu, dan kemudian melakukan eksperimen di depan publik. Ia berhasil membuktikan bahwa hukum Aristotel keliru. Dua logam berbeda bobot yang dijatuhkan dari ketinggian yang sama ternyata menyentuh bumi secara bersamaan.

Pihak agamawan geram. Mereka menuduh Galileo telah meruntuhkan wibawa gereja, sehingga memutuskan menghukum penjara rumah kepada ilmuwan jujur itu sampai akhir hayatnya.

Copernicus tidak seberani Galileo. Maka ketika dia diminta untuk mencabut pernyataan-pernyataanya, ia penuhi. Demi mendapat pengampunan, dia menyatakan bertaubat. Sementara Galileo yang bandel, yang dicap melawan Tuhan, menjadi tumbal bagi Abad Kegelapan.

Kembali ke laptop, yang ingin saya sampaikan adalah mengenai hal meragukan pikiran. Hukum Aristotel niscaya akan tetap menjadi dogma seandainya tidak ada orang seperti Galileo yang meragukan pikiran. Sekalipun hukum itu sudah mapan dan bercokol kuat menjadi keyakinan, yang sialnya dikaitkan lagi dengan keimanan dan firman Tuhan, ternyata salah besar.

Itu menjadi awal lagirnya The Dark Age. Akan tetapi kaum cendikiawan tidak menyerah, hingga pada akhirnya kebenaran akal budi yang menang. Gelombang kesadaran baru melanda Eropa. Kegelapan sirna, lahirlah renaisans, illumination, aufklarung, yang mengawali lahirnya Abad Pencerahan.

Di dalam filsafat Jawa, 'Mulat sarira', yang menjadi judul buku Pak Slamet, yakni menjelaskan bahwa untuk introspeksi, melihat ke dalam diri sendiri, itu bukan sekedar melihat. Tapi dibutuhkan upaya sungguh-sungguh, dan untuk itu dibutuhkan keberanian, 'Hangrasa wani'.

Berani tidak ketika melihat ke dalam diri dengan kesungguhan hati, ternyata menemukan banyak kerak, keyakinan yang karatan, atau kepercayaan yang salah kaprah. Kemudian berani tidak untuk membongkar, membenahi atau merenovasinya. Karena hanya dengan itulah maka introspeksi baru membuahkan hasil yang positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun