Oleh: Tri Handoyo
Tempat yang telah teridentifikasi sebagai awal mula perkembangan peradaban umat manusia adalah Mesopotamia. Beberapa penemuan penting pada masa itu antara lain roda, pertanian tanaman sereal, aksara kursif, matematika, astronomi, dan penemuan wewangian.
Wewangian atau yang lebih popular disebut parfum, berasal dari sebuah frasa dalam bahasa Latin, 'Per Fume' yang berarti 'Melewati Asap'.
Selama ribuan tahun silam, parfum yang masih berupa dupa, telah dikenal. Sebuah prasasti kuno berangka tahun 2000 SM menyebutkan bahwa wewangian dibuat pertama kali oleh sorang wanita bernama Tapputi. Parfum semula berfungsi sebagai perlengkapan ritual keagamaan.
Bangsa Mesopotamia meyakini bau harum bisa menarik hati para dewa, mengantar roh menuju nirwana, dan juga bisa untuk mengusir setan jahat yang menghinggapi orang sakit. Oleh karena itu para tabib menaruh parfum selama mengobati pasien, dan juga meletakan banyak parfum di makam-makam raja. Yang paling populer adalah makam Raja Tutankhamen, di mana wadah-wadah parfum berbagai bentuk mengelilinginya. Hingga setelah melintasi masa berabad-abad lamanya, ketika tempat itu dibuka, aroma wangi parfum itu masih bisa tercium.
Hanya para rahib dan pendeta serta keluarga bangsawan raja yang boleh menggunakan parfum. Hal itu berlangsung lama hingga jauh menembus zaman keemasan Mesir Kuno.
Pembuatan parfum pun berkembang di Mesir, dengan beragam wadah indah sebagai tempatnya. Umumnya wadah itu terbuat dari pualam, porselen, atau logam mulia seperti perak dan emas. Ketika kaca mulai dikenal sekitar 1558 SM, orang lantas menggunakannya sebagai botol parfum.
Orang-orang Yunani dan Romawi mendapatkan parfum melalui perdagangan antara Pulau Kreta dan Mesir. Pada abad ke 3 SM, setelah penyerbuan Alexander Agung ke Mesir, penggunaan parfum baru melonjak drastis. Meski butuh waktu lama, Yunani kemudian bisa memproduksi parfum sendiri. Bangsa inilah yang lantas diyakini sebagai pembuat parfum cair pertama kali.
Di Mesir, seperti yang tercantum dalam Ajaran Ptahhotep, yakni kitab kumpulan peribahasa moral dari dinasti V, selain untuk upacara ritual keagamaan, parfum juga mulai digunakan untuk perawatan pribadi. Ini menunjukkan betapa pentingnya parfum bagi kehidupan orang Mesir.
Parfum menjadi salah satu indikator status sosial seseorang. Para tamu di perjamuan-perjamuan mewah kerajaan biasa mengoleskan salep harum ke wig mereka.
Yang lebih menarik lagi, parfum juga difungsikan sebagai terapi penyembuhan beberapa penyakit. Dikaitkan dengan sifat higienisnya, aroma wewangian tertentu diyakini mampu menangkal berbagai jenis penyakit dan mengusir roh-roh jahat. Parfum dianggap penggerak alam semesta, membantu orang ketika berdoa, mengobati orang sakit, ketika berperang, bercinta, berkarya, dan hingga saat mempersiapkan kematian.
Parfum semakin melintasi masa dan kemudian mengalami kemajuan pesat pada masa kejayaan Islam. Rasulullah memang mencintai wewangian, sehingga ini memberikan motivasi kepada umatnya untuk mengembangkan pembuatan parfum dengan teknik lebih modern.
Yang paling spektakuler adalah penemuan parfum ekstraksi oleh seorang ahli kimia termasyhur, yakni Abu Musa Jabir bin Hayyan, yang lahir di Tus, Persia (721-815 M). Dia adalah tokoh yang mengembangkan teknik modern pembuatan parfum.
Bila sebelumnya parfum cair adalah campuran minyak dengan bubuk tetumbuhan atau rempah, cendikiawan muslim tersebut membuatnya dengan teknik penyulingan (distilasi), penguapan (evaporation), dan penyaringan (filtrasi). Ketiga teknik itu mampu mengambil aroma wangi dari bunga atau rempah dalam bentuk ekstrak, atau yang kini disebut bibit minyak wangi.
Di masa berikutnya teknik tersebut disempurnakan oleh Ibnu Sina (980--1037 M). Tokoh yang dikenal sebagai bapak kedokteran modern itu mempraktekannya pertama kali pada bunga Mawar. Ibnu Sina juga diyakini sebagai dokter yang pertama kali menggunakan obat bius dalam melakukan pembedahan, dengan memanfaatkan obat-obatan herbal dan parfum.
Pada masa kejayaan Islam tersebut terdapat sedikitnya sembilan buku teknis industri parfum. Sayangnya hanya tinggal Kitab Kimiya' al-'Itr (Book of the Chemistry of Perfume and Distillations) karya Al-Kindi, yang masih tersisa. Al-Kindi (805 - 873 M) juga dikenal sebagai filusuf muslim pertama.
Parfum mulai diproduksi dalam jumlah banyak dan dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Dengan demikian parfum mulai banyak digunakan oleh masyarakat secara luas.
Selain mengembangkan pembuatan parfum hingga menjadi sebuah industri besar, umat Islam juga menguasai teknologi pembuatan beragam kosmetik. Satu lagi penemuan penting umat Islam yang memang sangat mementingkan kebersihan, adalah sabun. Umat Islam memulai sebuah gaya hidup baru dengan mandi menggunakan sabun yang wangi.
Kota-kota kuno seperti Kufah dan Basrah (Irak), serta Nablus (Palestina), terkenal sebagai sentra industri sabun terbesar pada masa itu. Sabun produksi mereka dipasarkan secara luas hingga ke mancanegara.
Resep pembuatan sabun telah ditulis oleh seorang pakar komestik terkemuka dari Andalusia, bernama  Abu Al-Qasim Al-Zahrawi atau yang lebih populer sebagai Abulcassis (936-1013 M). Kitab yang bertajuk Al-Tasreef, yang merupakan ensiklopedia kedokteran yang terdiri atas 30 volume tersebut, merupakan karya fenomenal Abulcassis. Kitab tersebut telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan digunakan sebagai buku referensi utama di sejumlah universitas unggulan di Eropa.
Hingga kini, formula untuk membuat sabun berbahan utama minyak zaitun dan al-Qali tak pernah berubah. Selain ada sabun berbentuk batangan, juga ada pula yang cair. Bahkan, pada masa itu sudah terdapat sabun khusus untuk mencukur kumis dan jenggot.
Â
Sementara itu, peradaban Barat baru menguasai pembuatan sabun pada abad ke-18 M. Hal ini terungkap dari karya Sherwood Taylor (1957) dalam bukunya berjudul, 'A History of Industrial Chemistry'. Orang-orang barat sebelumnya memang tidak punya kebiasaan untuk mandi.
Kebaikan diawali dari cara hidup yang bersih dan wangi, dan itu bisa jadi merupakan pondasi cara hidup yang baik dan benar. Parfum, 'Melewati Asap', mampu melintasi masa, tetapi oleh sebagian besar umat Islam rupanya itu tidak dibarengi dengan cara hidup yang baik dan benar. Sampai akhirnya Islam mengalami kemunduran.
Menurut para ahli kebijaksanaan, ada rumus sederhana dalam kehidupan ini, yaitu tidak ada kesuksesan tanpa dilewati dengan cara hidup yang baik dan benar. Jadi apabila ada kehidupan yang karut-marut, berantakan, tidak disiplin, tidak tertata dengan baik, kemiskinan dan penuh penderitaan, jangan-jangan itu disebabkan oleh cara hidup yang salah. Jadi bukan soal agamanya atau keyakinannya, sebagaimana yang sering disalah-pahami oleh kebanyakan orang, tapi soal cara hidup.
Sekali lagi, soal cara hidup!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H