Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kampung Kalbu

27 Maret 2024   17:12 Diperbarui: 20 Juni 2024   19:59 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia paksa tubuhnya untuk bangkit berjalan menuju sumur, mengambil air wudhu. Ketika membasuh muka yang masih penuh keringat, ada kesejukan yang menyeruak. Rasa segar mengguyur sekujur tubuh. Begitu sejuk. Air yang bening itu seketika menjernihkan pikirannya.

Ia ingin segera sembayang. Rindu untuk melakukannya dengan khusuk. Kini ia merasa hanya ada dirinya dan Allah. Ya, hanya Allah, yang sedang mengarahkan pandanganNya ke dirinya. Damai membanjiri hati. Sebuah kedamaian yang selama ini menyingkir jauh. Kedamaian yang sebelumnya tidak pernah ia temukan di masjid-masjid besar dan megah.

Barangkali, karena di dalam membangun masjid-masjid megah itu tercampur uang haram. Dibangun oleh orang-orang yang berniat mencari muka. Dibangun oleh orang-orang yang mencari kebanggaan dan demi ambisi duniawi. Sementara langgar tua ini dibangun dari sumber dana yang halal. Dibangun dengan ketulusan dan keikhlasan, hanya demi mencari ridha Allah.

Ia seolah telanjang. Dosa-dosa terpampang di depan mata. Sampai akhirnya ia tersungkur, air mata mengucur, tak kuasa ditahan.

"Ya Allah, ampuni hamba yang selama ini penuh kepura-puraan, bukan menghidupkan agama, tapi mencari hidup dari agama. Mencari nafkah dengan menjual simbol-simbol agama."

"Ya Allah, ampuni hamba yang selama ini menipuMu. Hamba beribadah ditengah-tengah umat manusia dan terbesit di hati agar mendapat sanjungan. Prasangka dan pendapat mereka lebih penting bagi hamba dibanding menggapai ridhaMu."

"Ya Allah, ampuni hamba yang telah mendustaiMu. Hamba memperjuangkan agama di tengah-tengah umat manusia dan terbesit di hati agar mendapat gelar sebagai pejuang agama, sebagai pahlawan agama."

"Ya Allah, ampuni hamba yang pandai menuntut orang lain agar mengerti dan memahami hamba, tapi hamba tidak sudi untuk mengerti dan memahami orang lain. Hamba rajin menilai kekurangan dan mencela kelemahan orang lain. Tapi hamba tidak sudi diingatkan, apalagi dikritik."

"Ya Allah, ampunilah hambaMu ini, yang selama ini tidak serius menyembahMu, tidak sungguh-sungguh mempertuhankanMu. Hamba lebih mempertuhankan kebutuhan dan kepentingan hawa nafsu."

Kesadaran seperti itu justru timbul ketika ia berada di dalam langgar tua yang terpencil, bukan di dalam masjid yang indah dan megah.

"Ya Allah, terimahlah taubat hambaMu ini!" Perbuatan dosa yang paling terakhir diingatnya adalah ia suka memotivasi umat untuk menyumbangkan dana sebanyak-banyaknya buat masjid di dekat rumahnya. Ia bermegah-megah soal pembangunan masjid, tapi mengabaikan kesulitan dan penderitaan umat di sekelilingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun