Mohon tunggu...
TRI HANDITO
TRI HANDITO Mohon Tunggu... Guru - Kawulaning Gusti yang Mencoba Untuk Berbagi

Agar hatimu damai, tautkankanlah hatimu kepada Tuhanmu dengan rendah hati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merajut dengan Benang Kusut

1 Februari 2025   10:40 Diperbarui: 1 Februari 2025   11:03 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen pribadi

Prolog: Benang Kusut Kehidupan

Mungkinkah merajut kain dengan benang yang sudah kusut? Tentu saja mungkin, tapi pasti akan sangat sulit. Seandainya kain rajutan itu jadi, bisa jadi rajutannya akan kusut dan ruwet. Alih-alih menjadi pelindung bagi sang pemakainya, kain itu justru menciptakan ketidaknyamanan bagi si pemakai dan kadang merusak pemandangan bagi yang melihatnya. Setiap gerak langkah sang pemakai akan terganggu, tersandera oleh simpul-simpul kusut bin ruwet yang tak kunjung terurai. Tentu bukan pekerjaan mudah untuk mengurainya. Perlu kerja keras, ketulusan, dan kesabaran untuk bisa mengubah benang kusut itu menjadi kain yang layak dikenakan.

Jika dirasa-rasakan, kehidupan ini terkadang seperti kain yang ingin dirajut, penuh dengan paradoks : menawarkan gemerlap keindahan sekaligus di sana-sini menganga jurang-jurang tantangan yang siap menelan siapa pun yang lengah dan lupa diri. Di satu sisi, hidup memberi peluang untuk menciptakan kebahagiaan. Namun, di sisi lain juga menghadirkan jurang kekusutan, seperti keruwetan masalah, konflik yang terpendam, serta berbagai ketidakpastian yang memaksa kita untuk mau tak mau berusaha mengurai untuk menyelesaikannya.

Dalam gempita riuhnya lingkaran kehidupan di sekeliling kita, pernahkah terlintas pertanyaan reflektif dalam ruang pikir kritis kita: mengapa benang yang sudah jelas kusut masih dipaksakan untuk dirajut? Merajut dengan benang yang kusut!

Tulisan ini hanyalah sebuah perumpamaan. Sebuah gambaran sederhana tentang kehidupan, yang bisa jadi kita pernah mengalaminya. Dalam menjalani hidup, sering kali kita dihadapkan pada situasi yang tidak ideal, seperti mencoba merajut simpul-simpul kehidupan kita dengan "benang kusut". Kita memaksakan simpul-simpul yang rumit untuk disatukan, berharap akan berbuah sesuatu yang indah, meskipun dengan penuh kesadaran kita tahu bahwa hasilnya mungkin penuh dengan ketidaksempurnaan.

Jalinan kain, layaknya kehidupan, adalah hasil dari rajutan harmoni kehidupan. Ketika benang yang kita gunakan adalah benang kepercayaan, welas asih, dan pengertian terhadap sesama; maka kain itu akan menjadi simbol kebersamaan yang kokoh dan kuat. Namun, jika rajutan itu menggunakan benang problematika yang kusut (seperti ego, kesalahpahaman, atau keengganan untuk memahami satu sama lain) maka rajutan harmonisasi hidup yang dihasilkan hanya akan menjadi simbol pemantik konflik yang akan semakin mendegradasi kebermaknaan hidup itu sendiri.

Yahhh.... Harmoni kehidupan ini memang penuh dengan paradoks. Tetapi justru dalam paradoks itulah kebermaknaan hidup ditemukan. Pertanyaannya adalah: sejauh mana kita mampu mengurai kekusutan itu? Sejauh mana kita berani untuk memilih benang yang tepat untuk merajut kain kehidupan yang bermakna?

Mengurai Simpul Problematika Hidup

Suatu kali mungkin kita (atau melihat orang di sekeliling kita) terjebak dalam benang kusut kehidupan? Benang kusust itu seperti jejaring jalinan problematika hidup yang ruwet, tuntutan serta tekanan dari berbagai tanggung jawab yang harus ditunaikan, kesulitan ketika harus mengambil keputusan, atau beban emosional yang menumpuk tanpa ada ruang penyelesaian. Benang kusut ini menjadi metafora dari ketegangan yang sering kita rasakan, sebuah paradoks antara harapan untuk menggapai ketenangan, kebahagiaan, sekaligus kenyataan yang penuh tantangan. Ketika jalinan harmoni kehidupan dirajut dengan benang problematika yang kusut, maka hasilnya adalah kehidupan yang juga problematik, penuh masalah! Sama halnya seperti kain kusut yang sulit untuk dikenakan dengan nyaman, hidup yang penuh kekusutan hanya akan membawa lebih banyak beban daripada kedamaian.

Kehidupan, dalam berbagai sisi paradoksnya, juga memberikan ruang bagi kita untuk menciptakan harmoni. Ada dua persimpangan pilihan : menyerah pada kekusutan atau berusaha untuk mengurainya. Harmoni kehidupan tidak tercipta dengan sendirinya, namun membutuhkan kesabaran serta daya juang untuk menghadapi tantangan, keberanian untuk berubah, dan kebijaksanaan untuk memahami mana yang harus dirajut dan mana yang harus dilepaskan.

Mengurai simpul problematika hidup memang bukan pekerjaan yang mudah. Begitu rumit dan sangat menyita waktu, pikiran, dan perasaan. Ada kalanya usaha itu membuat kita lelah, bahkan hampir menyerah. Tetapi, justru dalam proses itulah kita menemukan makna. Adakalanya kita berhasil mengurai kekusutan itu, namun keberhasilan tersebut dipandang sebelah mata oleh orang lain!

Paradoks kehidupan mengajarkan bahwa ketenangan hanya muncul setelah perjuangan dan keindahan hanya lahir dari keberanian untuk mengatasi kekusutan. Selayaknya seorang perajut yang sabar mengurai simpul-simpul benang, kita pun harus memiliki life skills untuk memahami, menerima, dan menyelesaikan simpul-simpul dalam hidup kita.

Harmonisasi hidup tercipta dari konsitensi rajutan-rajutan kecil yang berpola. Setiap benang kasih sayang, welas asih, dan kebersamaan adalah bagian dari pola besar yang kita rajut setiap hari. Seperti kain yang membutuhkan tangan perajin yang terampil dan hati yang tulus; hidup juga memerlukan perhatian dan ketulusan untuk menghasilkan harmoni yang hakiki.

Hidup, pada akhirnya, adalah paradoks yang begitu memikat. Di satu sisi, ia dipenuhi dengan kekusutan yang melelahkan; di sisi lain, ia memberi peluang untuk menciptakan keindahan dari simpul-simpul yang terurai. Maka, daripada hanya mengeluh tentang kekusutan, mari kita terus merajut dengan sabar, dengan hati yang penuh welas asih, dan dengan keyakinan bahwa harmoni adalah hasil dari upaya yang tulus dan terus-menerus.

Epilog: Merajut Harmoni Kehidupan

Hidup ibarat kain yang besar lagi rumit, yang harus kita rajut setiap hari. Kain itu akan menjadi indah dan nyaman jika kita memilih benang yang tepat dan bersedia mengurai simpul yang mengganggu. Rajutan harmonisasi hidup membutuhkan kesabaran, keberanian, dan usaha bersama untuk menghasilkan sesuatu yang bermakna. 

Mengutip pesan bijak Buya HAMKA:

"Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum lelah."

Dalam konteks merajut simpul-simpul kehidupan, pesan bijak tersebut menjadi pengingat bagi kita untuk tidak menyerah pada kemalasan atau rasa takut menghadapi kekusutan problematika hidup. Kehidupan yang harmonis hanya dapat tercapai jika kita mau berusaha dan bekerja keras, bahkan ketika rasa lelah mendera raga dan jiwa kita. 

Kita tidak bisa membiarkan benang-benang yang kita rajut menjadi semakin kusut dan terbuang sia-sia karena kemalasan atau keengganan untuk menghadapi tantangan. Sebaliknya, kita harus menggunakan setiap untaian benang yang ada (meskipun mungkin kusut) untuk menciptakan rajutan kain kehidupan yang tak hanya indah, namun juga bermakna dan bermanfaat bagi sesama.

Oleh karena itu, sebelum memulai merajut pastikan benangnya tidak kusut, atau siapkan hati kita untuk menguraikannya dengan penuh kesabaran dan ketulusan. Hidup ini adalah pilihan!  Hanya dengan usaha yang sungguh-sungguh, maka kita dapat menciptakan rajutan kain kehidupan yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga memberikan kenyamanan dan kekuatan bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Rajutlah dengan bijaksana, penuh ketulusan, dan welas asih, tanpa pernah mendahulukan istirahat sebelum purna usaha kita. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun