Mohon tunggu...
Lindawati
Lindawati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Setiap orang unik, Setiap orang istimewa, Setiap orang berharga, Jadilah diri sendiri :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stop Bullying

22 April 2024   10:41 Diperbarui: 22 April 2024   10:51 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena perundungan yang lebih dikenal dengan istilah bullying, semakin marak diberitakan oleh media. Berdasarkan studi Program Penilaian Pelajar Internasional (UNICEF, 2020) prevalensi perundungan di Indonesia yaitu 41 persen pelajar berusia 15 tahun pernah mengalami perundungan setidaknya beberapa kali dalam satu bulan. Dari hasil pencatatan Federasi Serikat Guru Indonesia, sepanjang tahun 2023 terjadi 30 kasus perundungan di satuan pendidikan. Dari tahun sebelumnya, jumlah ini meningkat sembilan kasus. Dari 30 kasus tersebut, 50 persen terjadi di jenjang SMP, 30 persen terjadi di jenjang SD, 10 persen di jenjang SMA, dan 10 persen di jenjang SMK. Perundungan paling banyak terjadi di jenjang SMP, baik yang dilakukan siswa ke teman sebaya maupun yang dilakukan pendidik (Aranditio, 2023). Hal ini menunjukkan bahwa perundungan (bullying) telah menjadi pola umum dari perilaku anti sosial yang lebih banyak terjadi di sekolah.

Adanya fakta tersebut membuat masyarakat khususnya para orang tua menjadi semakin resah, sehingga mereka semakin cermat serta waspada dalam memilih lingkungan sekolah untuk anak. Dimana orang tua mengharapkan sekolah menjadi wadah yang sehat bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan sosialnya. Dengan demikian, diperlukan pemahaman dan upaya-upaya dari berbagai pihak yang terkait agar sekolah bebas dari bullying.

Apakah bullying itu?

Istilah bullying sering muncul pada kasus-kasus yang berkaitan dengan kekerasan, penindasan, intimidasi, dan sebagainya. Pengertian bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan seseorang (atau beberapa) terhadap orang lain secara sengaja dan berulang-ulang untuk mengakibatkan penderitaan, baik secara fisik maupun psikologis. Bullying ditampilkan dalam berbagai bentuk perilaku kekerasan: kekerasan verbal (diejek, memberikan nama panggilan yang memalukan), kekerasan materi/finansial (mengambil atau menghancurkan barang milik korban), kekerasan psikologis (menyebarkan rumor yang negatif, mengucilkan, mengancam), dan kekerasan fisik (dipukul, disuruh-suruh).  

Pada umumnya, bullying terjadi dalam pertemuan tatap muka. Sebagai pengaruh dari perkembangan teknologi lahirlah cyberbullying, yaitu memberi komentar negatif atau menghina foto korban yang terdapat di website, pelecehan melalui aplikasi chatting, penyebaran foto/video pribadi tanpa izin, dan jenis pelecehan lain di media sosial.

Pelaku Bullying 

Laki-laki maupun perempuan dapat berpotensi menjadi pelaku bullying. Karakteristik seorang pelaku bullying adalah memiliki perilaku agresif terhadap kelompok sebaya maupun orang dewasa, seringkali impulsif (bertindak tanpa berpikir), ingin mendominasi orang lain, secara fisik lebih kuat dibandingkan anak-anak lain, mengharapkan keberhasilan/keuntungan dari perilaku kekerasan, memperoleh kepuasan dari perilaku agresi, dan berusaha memperoleh materi dengan melukai dan membuat korban menderita (Wirawan, 2013). Selain itu, pelaku bullying cenderung memiliki karakteristik seperti, sulit mengikuti aturan, mudah marah, dan terlibat dalam perilaku anti sosial.

Individu yang melakukan bullying pada usia lebih muda, akan mengembangkan perilaku agresi pada tingkat yang lebih tinggi sesuai dengan bertambahnya usia, seperti tindakan kejahatan kriminal. Konsekuensi jangka panjang lainnya yang terjadi pada pelaku bullying adalah meningkatnya kemungkinan penggunaan obat terlarang dan alkohol pada usia remaja dan dewasa, terlibat dalam seks pranikah, putus sekolah, dan bersikap kasar terhadap pasangan atau anak-anak mereka saat dewasa (Zuckerman, 2016).

Korban Bullying

Individu yang lebih rentan menjadi sasaran bullying adalah mereka yang memiliki karakteristik cenderung diam dan memiliki self-esteem (harga diri) yang rendah. Salah satu yang berpengaruh pada self-esteem adalah mereka dipandang berstatus "lebih rendah" terkait ras, etnis, agama, status sosial ekonomi atau gender. Beberapa mereka seringkali impulsif sehingga membangkitkan reaksi negatif dari teman sebaya. Beberapa berusia lebih muda dan secara fisik lebih lemah juga rentan menjadi korban bullying (Wirawan, 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun