Mohon tunggu...
Trifena Oktavia Chuwiarco
Trifena Oktavia Chuwiarco Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2021

Halo! Saya Fena, anak bungsu yang sangat suka bakso Malang!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menilik Era Baru Jurnalisme Multimedia di Indonesia, Kompas Salah Satunya?

30 November 2023   16:12 Diperbarui: 30 November 2023   16:15 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seiring dengan perkembangan teknologi, jurnalisme kini melakukan transformasi. Banyak pula istilah yang muncul dengan adanya perubahan ini. Mulai dari jurnalisme multimedia, jurnalisme online, new media dan masih banyak lagi.

Lalu apa sebenarnya perbedaan jurnalisme online dan jurnalisme multimedia?

Jurnalisme online adalah segala aktivitas jurnalistik yang dilakukan secara online dengan basis jaringan internet. Ini meliputi jurnalisme yang diproduksi secara eksklusif dan didistribusikan melalui World Wide Web sebagai elemen grafis internet. Jurnalisme online tidak didorong oleh tujuan multimedia dan digital storytelling. 

Sedangkan jurnalisme multimedia dapat diartikan sebagai sebuah arah konvergensi yang menggunakan banyak platform dan saling terintegrasi. Mulai dari fitur-fitur yang melibatkan teks, musik, gambar diam atau bergerak, dan berbagai elemen interaktif lainnya. Tidak hanya itu, berbagai media pun termasuk di dalamnya, seperti website, email, SMS, radio, televisi, majalah, koran dan lain sebagainya. Semua fitur dan platform ini kemudian terintegrasi dan masuk dalam aspek konvergensi yang berorientasi pada satu tujuan. 

Dalam perkembangannya, jurnalisme multimedia di Indonesia mulai maju seiring dengan perkembangan internet. Internet di Indonesia bermula pada tahun 1990-an. Tidak lama setelah itu, era dotcom pun kemudian mulai berkembang. Era ini pun ditandai dengan munculnya Republika Online, Kompas versi Internet (kompas.co.id) dan lain sebagainya. Selanjutnya, pada era tahun 2000-an akhirnya muncul media lain seperti OkeZone, Viva, Yahoo dan lain sebagainya. 

Sumber: Pixabay
Sumber: Pixabay

Terlepas daripada hal tersebut, sebenarnya terdapat hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengaplikasian jurnalisme multimedia. Menurut Bradshaw (2012,  dalam Widodo, 2020, h. 75), terdapat lima prinsip jurnalisme multimedia. Prinsip tersebut adalah Brevity, Adaptation, Scanability, Interactivity, dan Community and Conversation (BASIC). 

Brevity

Brevity adalah salah satu pengembangan dari adanya jurnalisme multimedia. Dengan majunya teknologi saat ini, memungkinkan pengguna untuk mengakses informasi bukan dari koran, namun via web. Namun, hal ini tentu berbeda dari aspek resolusi layar yang jauh lebih rendah daripada media cetak (Widodo, 2020, h. 76). 

Selain itu, paragraf pun haruslah pendek. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengguna dalam memahami dari maksud tulisan. Lalu, jika dikaitkan dengan aspek video dan audio, Brevity pun berlaku. Saat mengunggah konten di berbagai platform, penting untuk memastikan konten tidak panjang ataupun dapat dipecah menjadi beberapa segmen. 

Adaptation

Adaptation selanjutnya merupakan aspek yang tidak kalah penting. Saat ini, para media mau tidak mau harus mampu beradaptasi dengan teknologi saat ini. Misalnya dari fitur audio, video, animasi, blog, live chats dan lain sebagainya.

Namun bukan hanya itu, dari segi kapabilitas pun menjadi PR bagi jurnalis. Mereka harus bisa menulis dengan baik, ringkas dan cepat untuk beberapa media. Memahami prinsip dasar video, audio dan foto. Mengoperasikan software pengeditan, memahami komunitas online seperti Youtube, Facebook dan lain sebagainya untuk mendapat informasi. 

Scannability

Aspek scannability tidak mungkin terhindarkan saat ini. Seperti yang diketahui, kebanyakan pengguna membaca sebuah berita untuk menemukan sesuatu. Maka dari itu, aspek pemindaian ini perlu berfungsi agar membantu pengguna. SEO (search engine optimisation) berperan dalam hal ini. Penulis dapat mengaturnya untuk memungkinkan pengguna menekan artikel yang telah dimuat secara online. Dengan begitu, artikel yang dimuat akan bisa menjangkau lebih banyak pengguna. Namun, sebelum jauh-jauh, kita pun dapat mengaturnya dari judul berita hingga lead pembuka yang digunakan. 

Interactivity

Menurut Widodo (2020, h. 84), interaktivitas adalah tentang kontrol yang diberikan kepada pengguna. Kontrol yang dimaksud adalah terkait ruang dan waktu. Semakin interaktif, maka semakin tinggi pula kontrol pengguna atas ruang dan waktu yang dimiliki. Pengguna dapat bebas mengakses teknologi yang berkaitan dengan interaktivitas suatu konten. Salah satu contohnya adalah pengguna yang tidak lagi harus menunggu siaran TV atau radio, karena bisa menyaksikan tayangan ulangnya. 

Bukan hanya itu, pengguna juga dimungkinkan untuk mengontrol input dan output yang ada. Sesederhana mem-pause video, skip video dan lain sebagainya. Dengan begini jurnalis perlu memberikan kontrol yang menarik bagi pengguna. Bagaimana melibatkan pengguna sehingga pengguna dapat tertarik untuk melakukan interaksi lebih dari satu arah.

Community

Komunitas seringkali disebut sebagai pasar. Jurnalis dan komunitas adalah hal yang tidak bisa terpisahkan. Jurnalis membutuhkan komunitas untuk dapat tetap hidup. Pasalnya, komunitas yang ada saat ini sudah berbagai macam. Mulai dari komunitas berdasarkan passion, kepercayaan, pekerjaan, sejarah dan masih banyak lagi. Masa kini, jurnalis perlu memberikan bukti konkrit terhadap pelayanan yang dilakukan kepada komunitas. Yang terpenting, jurnalis perlu bergabung dengan isu yang sedang hangat di komunitas. 

Conversation

Pada saat ini segala percakapan yang termuat di internet dapat direkam, ditautkan dan didistribusikan. Conversation is publishing menjadi istilah yang menarik dalam membahas ini (Widodo, 2020, h. 91). Dari sini terlihat bagaimana percakapan hingga komentar warganet dengan mudah dijadikan sebagai sebuah artikel dan menjadi sangat populer. Contohnya? Saya yakin anda bisa menemukannya dengan mudah dari hal viral yang belakangan ini sering terjadi. 

Dalam hal ini jurnalis perlu mengambil bagian dan memancing percakapan. Ini tentu dapat memudahkan jurnalis untuk memperoleh berita yang dapat dibagikan kepada khalayak. 

Contoh nyata dari hal ini dapat kita amati dari media Kompas. Media yang berdiri sejak tahun 1965 ini telah mengalami berbagai perubahan. Mulai dari media cetak hingga bertransformasi ke media digital. Kompas telah membuktikan bagaimana pengembangan yang dilakukan. Mulai dari munculnya situs berbasis user generated content (Kompasiana.com), situs berita seperti Kompas.id dan Kompas.com hingga situs berita interaktif (Visual Interaktif Kompas). 

Kompas telah menerapkan 5 prinsip BASIC yang dipaparkan sebelumnya. Kompasiana dengan membuat situs berita online yang lebih ringkas serta menaruh aspek video dan audio dalam kontennya. Ini menandakan Kompasiana telah menerapkan aspek brevity dan adaptation. Sementara itu, scannability dan interactivity dapat terlihat jelas dari artikel dalam situs Kompas yang memungkinkan pengguna untuk menemukan artikel dengan mudah dengan banyaknya kontrol yang bisa dilakukan. Terakhir, community dan conversation terlihat dari bagaimana Kompas senantiasa mengikuti isu yang hangat dari informasi yang diberitakan. Seperti isu pemerintahan, kesehatan dan lain sebagainya. 

Itulah perkembangan jurnalisme multimedia di Indonesia saat ini. Bagaimana pendapat Anda terkait topik ini? Mari berbagi bersama.

Sumber : 

Widodo, Y. (2020). Jurnalisme Multimedia. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun