Mohon tunggu...
Tri Candra wati
Tri Candra wati Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa/UIN SUSKA

Mahasiswa S1 Administrasi Negara Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Etika Administrasi Publik Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi

22 Desember 2023   15:47 Diperbarui: 22 Desember 2023   15:47 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


9. Para administrator dituntut tidak hanya terlibat dalam hal yang tidak etis, namun juga mengusahakan hal yang sebaliknya melalui tanggungjawab dengan penuh semangat dan tepat waktu.

Menurut Bhata (1997:119), penyelenggaraan pemerintahan yang baik harus menyertakan akuntabilitas, transparansi, ketebukaan dan penegakan hukum. Nilai etika diatas dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para birokrat dalam bersikap dan bertindak untuk melaksanakan tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggungjawabnya sekaligus sebagai dasar penilaian apakah yang dilakukan baik atau buruk menurut publik.
Jika yang digunakan untuk menilai baik buruknya suatu pelayanan publik yang diberikan oleh para birokrat itu dapat dilihat dari baik buruknya penerapan nilai-nilai:

1. Efisiensi, dimaksudkan bahwa apakah para birokrat dapat memberikan hasil yang sangat baik kepada publik dan dapat dipertanggungjawabkan dalam penggunaan sumber daya yang dimiliki.


2. Efektifitas, apakah para birokrat dapat menyelesaikan tugas-tugas yang telah diberikan dengan mencapai target atau tujuan yang telah ditentukan. Dimana tujuan yang dimaksud yaitu tujuan publik bukan tujuan dari pelayanan.


3. Kualitas layanan, apakah pelayanan yang diberikan kepada publik dapa memberikan kepuasan terkhusus untuk masyarakat, jadi baik tidaknya pelayanan yang diberikan tergantung kualitasnya.


4. Responsivitas, dalam menjalankan tugasnya birokrat dinilai baik jika sangat merespon kebutuhan publik yang mendesak serta juga memiliki professional atau kompetensi yang tinggi.


5. Akuntabilitas, berkaitan dengan tanggungjawab para birokrat dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Nilai-nilai etika administrasi publik tersebut belum cukup untuk meminimalisir perilaku KKN yang ada, karena hal tersebut tergantung pada masing-masing karakter seseorang. Ada orang yang benar tapi tidak pintar dan ada juga orang yang pintar tapi apa yang dilakukannya tidak benar seperti contohnya para pejabat Negara yang melakukan korupsi, mereka adalah orang-orang yang pintar tapi melakukan hal yang tidak benar. Jadi hal tersebut kembali lagi kepada kesadaran masing-masing terutama pada kesadaran keimanan dan ketakwaan seseorang. Jika seseorang memiliki keimanan yang tinggi maka ia akan menyadari bahwa KKN merupakan perbuatan yang tidak baik karena mereka tahu bahwa segala sesuatunya akan dipertanggungjawabkan di kemudian hari.


Jadi jika seseorang memiliki tingkat keimanan dan ketakwaan yang tinggi, maka seseorang tersebut tidak akan melalukan KKN sekalipun adanya kesempatan. Selain meningkatkan keimanan dan ketakwaan perlu juga mengupayakan untuk tidak mempertemukan antara niat dan kesematan dalam mekanisme akuntabilitas publik serta menjunjung tinggi dan menegakkan etika administrasi publik dilingkungan birokrasi publik.

Studi Kasus
Dikutip dari JurnalPost.com mantan Menteri Sosial Juliari Batubara divonis hukuman 12 tahun penjara dan denda 500 juta karena terjerat kasus korupsi Bansos Covid-19 dengan kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemik Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020 pada 6 Desember 2020. Kasus ini bermula dari adanya program bantuan sosial untuk penanganan Covid-9 yaitu berupa paket sembako dengan jumlah 272 kontrak dan senilai 5,9 triliun yang dilaksanakan selama dua periode. Juliari melakukan kesepakatan dengan dua rekannya yang telah dipilih sebagai PPK atau Pejabat Pembuat Komitmen untuk memberi biaya pada setiap paket senilai Rp.10.000/paket dari nilai awal Rp.300.000/paket. Sehingga total suap sebesar 17 Miliar ia gunakan untuk keperluan pribadi.

Majlis hakim menilai mantan Menteri Sosial tersebut melanggar pasal 22a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam UU RI Nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP karena menerima suap dalam pengadaan Bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek sebesar Rp.32,48 miliar. Tindakan korupsi dengan penggelapan terhadap uang Negara seperti yang dilakukan oleh mantan Menteri Sosial Juliari Batubara tersebut menunjukkan bahwa pejabat Negara telah mengambil hak rakyat dan tentu saja akan merugikan masyarakat banyak. Oleh karena itu, korupsi merupakan bentuk dari mal-administrasi yang termasuk dalam menyalahgunakan wewenang karena tindakan korupsi termasuk tindakan yang melanggar Etika Adminstrasi Publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun