Apartemen 24 Kamar 1156-B
Tri Budhi Sastrio
Tradisi Minyak Suci, atau kadang disebut sebagai Perminyakan saja sudah lama ada tetapi hanya ada satu yang memraktekkannya sampai sekarang. Para Romo selibat adalah orang yang diserahi tugas ini. Jangan ditanya mengapa karena yang diketahui Kasidi ya cuma itu.
Suatu hari seorang Romo didatangi seorang ibu tua yang menginformasikan bahwa putranya sekarang ini sedang sendirian di apartemennya dan sekarat. Romo terperangah. Lho sendirian kok ditinggal apalagi sedang sekarat. Wanita paruh baya yang masih cantik itu, seperti bisa membaca hati Romo, dengan cepat berkata.
'Masih ada yang harus dilakukan,' kata wanita itu lirih tetapi bersungguh-sungguh, 'cepatlah tolong putra saya Romo. Saya yakin minyak suci akan membantu dia.'
Menyadari bahwa suara wanita ini sama sekali tidak dibuat-buat, Romo mengangguk.
'Baik saya akan ke sana. Alamat apartemennya?'
'Apartemen 24 Kamar 1156-B, Alnaser, Romo,' kata wanita itu melanjutkan tetap lirih.
'Saya tahu apartemen itu karena pernah ke sana. Baik, saya akan segera berangkat.' Memang tidak dekat, suasananya juga begini parah, tetapi baiklah aku ke sana sekarang. Sekarat hah?
Wanita paruh baya itu kemudian melangkah ke luar setelah berulang mengucapkan terima kasih.
***
Apartemen ditemukan dengan mudah, begitu juga dengan kamarnya. Banyak apartemen sepanjang jalan runtuh atau rusak berat. Apartemen 24 ini masih berdiri kokoh sebenarnya ya mengherankan juga tetapi itulah faktanya. Pemboman memang terus berlangsung setiap hari tetapi tetap saja ada banyak apartemen yang berdiri kokoh dan tidak tergores sedikit pun meskipun yang porak-poranda bahkan yang runtuh sama sekali jauh lebih banyak lagi.
Di depan pintu kamar yang jauh dari bagus itu sang Romo mengetuk perlahan. 1156B, ya memang ini.
Setelah dua kali mengetuk, seorang pemuda berkulit putih, tampan, Â usianya pasti baru puluhan, bertelanjang dada, sebuah kalung berleontin tampak berkilau di dadanya, membuka pintu
'Ya, maaf sedang bersih-bersih,' kata pemuda tampan itu ramah.
'Kamar 1156B, kan?'
'Ya benar ...'
'Siapa yang sedang sakit?'
Pemuda tampan itu seperti tidak percaya pada pendengarannya. Wajahnya jelas menunjukkan rasa heran. Siapa yang sakit? Sakit apanya? Tidak ada orang sakit di sini ...
Romo menatap tajam pemuda itu. Lho kok seperti heran, bukankah mamamu yang mengatakan itu. Yah ...
'Tadi mamamu datang ke pastoran dan memberi tahu bahwa salah seorang putranya sedang sakit keras dan meminta agar diberi minyak suci ...'
Kerut serius di wajah pemuda itu membuat Romo menghentikan penjelasannya. Ah, jangan-jangan aku salah mencatat alamat ... yah ...
'Wah mungkin saja salah mencatat alamat,' kata Romo dengan nada lirih, 'tetapi rasanya catatan ini benar dan tidak salah dengar ..."
Pemuda itu tersenyum ramah.
'Saya tinggal sendirian dan tidak ada orang sakit di sini. Mungkin memang salah nomor. Saya punya banyak waktu luang untuk membantu Romo memeriksa semua kamar di lantai ini jika ...'
'Ya, ya saya memerlukan bantuanmu. Terima kasih ya ...'
Pemuda itu kembali tersenyum ramah.
'Saya akan memakai baju dulu Romo.'
Ya memang sebaiknya dipakai bajumu anak muda.
'Ok,' kata Romo tidak kalah ramahnya.
***
    Setelah lebih dari sejam mengetuk pintu satu persatu, di lantai itu ternyata tidak ada orang yang sakit apalagi sekarat. Bukan pekerjaan mudah mengetuk pintu kamar pada satu lantai apartemen. Pertama harus menghadapi tatapan curiga karena ada dua orang tidak dikenal mengetuk pintu. Untungnya pakaian Romo yang khas membuat suasana sedikit lebih mencair. Yang kedua, mengetuk pintu dan menanyakan apakah ada yang sekarat di kamar yang diketuk, benar-benar adalah pertanyaan konyol yang tidak seharusnya ditanyakan.
    Setelah tujuan mengetuk pintu dijelaskan dan kemudian jawaban diterima, mereka segera berpindah ke pintu yang lain. Begitu diulang sampai semua pintu diketuk di lantai itu. Cuma tiga pintu yang tidak dibuka, mungkin penghuni sedang tidak di kamar.
    Permintaan untuk melayani orang yang sedang menghadapi kematian adalah permintaan yang penting dan genting. Semua Romo dilarang menolak permintaan semacam ini. Jika ada pekerjaan lain atau sedang mengerjakan sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu yang harus dtunda. Permintaan perminyakan suci yang harus disegerakan. Orang yang sedang atau akan menghadapi bahaya besar saja boleh menerima perminyakan apalagi untuk orang yang sedang sekarat.
    Setelah semua pintu di lantai itu selesai diketuk, Romo mengangkat tangannya.
    'Mohon maaf anak muda. Bisa juga apartemennya yang salah. Habis bagaimana lagi ...'
    Pemuda tampan itu tersenyum ramah. Kemudian pemuda itu mendekat dan berbisik.
    'Apakah hanya mereka yang sedang menghadapi kematian karena sakit saja yang boleh menerima perminyakan, lalu bagaimana dengan mereka yang dalam hidupnya sehari-hari menghadapi mara bahaya dan ...'
    'Mereka juga boleh kok. Kamu ingin menerima perminyakan?'
    Pemuda itu mengangguk.
    'Ayo ke  kamar kamu sekarang. Siapa namamu? Apakah dulu sudah pernah ...?'
    'Sudah Romo,' pemuda itu menjawab tangkas.
    'Kalau begitu, ok,' kata sang Romo dengan gembira.
    Hahaha ... akhirnya ada juga satu perminyakan hari ini. Tidak sia-sia kuketuk begitu banyak pintu.
***
    Tujuh hari kemudian dua apartemen di kawasan itu runtuh kena bom. Romo dipanggil karena penghuni dua apartemen itu banyak menjadi korban dan memerlukan dia. Alangkah terperanjatnya ketika mengetahui salah satu apartemen yang runtuh adalah apartemen yang dikunjungi minggu lalu. Romo semakin terkesiap ketika mengenali salah satu korban adalah pemuda yang menemaninya kala itu. Wajahnya masih tetap tampan dan seperti sedang tersenyum,  bajunya koyak, dan leontin yang dikenakan seperti terbuka.
    Romo mendekat sambil berdoa. Hatinya benar-benar tercekat dan terperangah ketika foto yang di dalam leontin yang terbuka itu dikenalinya sebagai foto wanita yang mendatanginya minggu lalu.
Hatinya memang menggemuruh tetapi juga tenang dan gembira karena ternyata wanita itu telah menyempatkan diri mendatanginya dan telah melaksanakan tugasnya sebagai seorang mama yang mencintai anaknya, sedangkan dia juga telah mengerjakan tugasnya, dan sekarang semua terserah pada sang Mahapengampun di atas sana.
     Duh pemuda betapa Allah telah mengatur ini semua sehingga kita berdua dipertemukan melalui mamamu tercinta. Juga siapa yang akan menduga jika engkau berani bertanya apakah mereka yang selalu menghadapi bahaya setiap hari boleh menerima perminyakan suci? Juga siapa yang akan menyangka kita berdua menjadi akrab karena mencari orang yang dalam bahaya yang ternyata salah satu di antara orang-orang itu adalah dirimu sendiri. Kalau sudah begini, apalagi yang bisa dikata kecuali 'ya Bapa terjadilah KehendakMu karena itulah satu-satunya pedoman hidup kami'?
    Apakah ini semua kebetulan? Tidak ada yang kebetulan bagi Tuhan, bagi Bapa. Ini kata-kata Kasidi. Tidak ada yang kebetulan di dunia ini, tidak ada yang kebetulan bahkan di alam semesta sekalipun. Semua pasti ada yang mengatur, semua pasti ada yang menentukan. (tbs/sda/18112024/087853451949)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H