Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kasidi Nomor 609: Homili ala Kasidi - Batu Sandungan

14 Agustus 2023   09:20 Diperbarui: 17 Agustus 2023   08:46 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.artmajeur.com/

Kasidi no. 609     Homili ala Kasidi -- Batu Sandungan

Tuhan pernah diberi label batu sandungan oleh sebagian orang. Tuhan juga pernah menghardik seseorang dengan hardikan batu sandungan. Tuhan juga pernah berusaha dan kemudian memutuskan untuk tidak menjadi batu sandungan. Singkat kata Tuhan pernah memerankan tiga hal ini yaitu (1) menjadi batu sandungan, (2) mengatai orang sebagai batu sandungan, dan (3) memberi teladan agar tidak menjadi batu sandungan.

Apa sebenarnya batu sandungan itu? Secara harafiah batu sandungan dapat dijelaskan seperti berikut.

Yang pertama batu sandungan itu tentulah batu yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil yang dapat membuat orang tersandung dan kemudian terjatuh. Batu yang sangat besar tidak mungkin membuat orang tersandung, begitu juga dengan batu yang terlalu kecil.

Yang kedua batu sandungan harus tidak disadari atau tidak terlihat keberadaannya sehingga orang bisa tersandung dan jatuh. Kalau terlihat dan disadari maka batu sandungan tidak dapat membuat orang tersandung dan jatuh. Orang dapat menghindar.

Itulah sebabnya mengapa batu sandungan tidak bagus bagi orang yang penglihatannya normal jika dia tidak melihatnya, dan sangat tidak bagus bagi orang buta, apalagi jika ada orang yang dengan sengaja meletakkan batu di jalan yang akan dilalui oleh si buta dengan niatan tidak baik. Si buta pasti tersandung dan kemungkinan besar akan jatuh.

Itulah batu sandungan secara harafiah. Lalu bagaimana dengan makna batu sandungan secara metaforik atau figuratif? Apakah juga akan membuat seseorang tersandung dan terjatuh? Tampaknya iya hanya saja makna yang paling tepat mungkin jika dimaknai sebagai penghambat atau penghalang.

Kembali ke Tuhan sebagai batu sandungan. Ajaran dan perintah Tuhan yang tegak lurus dan tegas, menyuarakan kebenaran dan keilahian, menyampaikan kesetiaan dan ketaatan, menyiratkan otoritas dan kekuasaan abadi, di samping juga kemurahan dan kerendahan hati, dianggap sebagai batu sandungan, dianggap sebagai penghalang bagi sekelompok orang. Lalu apa reaksi Tuhan terhadap anggapan ini? Tuhan tetap tegak lurus dengan sikap dan misi yang diembanNya, Tuhan bergeming semili pun.

Jadi jika kebenaran yang harus disuarakan label batu sandungan boleh disandang dan kemudian diabaikan. Kebenaran tetap harus disuarakan. Itulah teladan dari Tuhan. Simak dialog berikut ini.

Suatu ketika para murid memberi tahu Tuhan bahwa: "Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?" Lalu apa jawab Tuhan? Tegas dan langsung ke inti persoalan plus tambahan konskewensi bagi para pemberi label. "Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya. Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang."

Berikutnya apa yang sebenarnya terjadi ketika Tuhan menghardik salah seorang muridNya sebagai batu sandungan?  "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."

Rupanya bagi Tuhan setiap orang yang hanya berpikir menggunakan otak manusianya dan tidak mau menggunakan hatinya untuk mengetahui kehendak BapaNya adalah batu sandungan. Batu sandungan bagi Tuhan. Bahkan lebih jauh Tuhan menambahkan. 'Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.' Gampang? Sulit? Yang bilang gampang pasti sedang berdusta, yang bilang sulit pasti karena tidak mau berusaha.

Kemudian apa yang sebenarnya terjadi ketika Tuhan mau berkompromi dan memberi contoh agar tidak menjadi batu sandungan.

Suatu ketika Petrus ditanya oleh petugas pemungut cukai apakah Tuhan membayar cukai yang besarnya dua dirham. Petrus menjawab 'memang membayar'. Petrus memang dikenal murid yang berani tapi ngawur. Rasanya Tuhan belum pernah membayar cukai karena Dia memang bukan orang asing.

Ketika Petrus kembali ke rumahnya, Tuhan mendahului bertanya: 'Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?' Jawab Petrus: "Dari orang asing!" Maka kata Tuhan kepadanya: "Jadi bebaslah rakyatnya. Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga."

Itulah tentang batu sandungan dan Tuhan. Tuhan sendiri batu sandungan, mengatai muridNya sebagai batu sandungan, tetapi juga memberi teladan agar mau berkompromi agar tidak menjadi sandungan.

Kasidi sendiri ketika ditanya tentang ini, setelah berpikir dengan kening berkerut, menjawab lirih.

Aku ini menjadi batu sandungan bagi sejumlah orang, tidak pernah mengatai orang lain sebagai batu sandungan, dan sering juga berkompromi agar tidak menjadi sandungan jika masalahnya memang tidak penting. Hanya saja jika masalahnya penting dan tentang Tuhan dan SabdaNya, semua orang boleh menyebut aku batu sandungan, seinci pun tidak akan bergeser. Jika harus dianggap menjadi batu sandungan, jika harus dianggap menjadi penghambat dan penghalang karena harus menyuarakan kebenaran Saba Tuhan, sama sekali tidak masalah karena Sabda Tuhan dan Tuhan sendiri memang harus terus diwartakan dan diberitakan. Salam batu sandungan. (Kasidi 609 -- tbs/sda/14082023)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun