Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Sengketa Padang Rumput

18 Maret 2021   09:28 Diperbarui: 18 Maret 2021   09:45 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: tangkapan layar dari youtube/KevinOilPanting

Satu dua rumah penduduk Bayeman mulai dilewati. Sebentar lagi mereka akan sampai di rumah Kepala Desa. Lampu rumah kepala desa, yang lebih terang dari rumah yang lain, seakan-akan sedang menanti kedatangan tiga orang dari desa Tanggora ini.

Akhirnya, sampai juga mereka. Sekarang mereka berada di pintu halaman sebelah rumah Pak Mursidi. Ada lima atau enam orang sedang duduk berbincang-bincang di beranda depan rumah pak Mursidi. Pak Mursidi sendiri tampaknya juga ada di sana. Pak Somad, sekali pun bukan sahabat karib tetapi dia tahu dan mengenal pak Mursidi.

Dengan suara bening, pak Somad mengucapkan salam. Hampir serempak, orang yang sedang asyik bercakap-cakap itu menghentikan percakapan, menoleh dan kemudian membalas salam itu.

"Silakan masuk!" Pak Mursidi sendiri yang menjawab,

Pak Somad mengucapkan terima kasih, dan kemudian mengajak dua pengiringnya masuk. Enam orang tamu pak Mursidi bangkit dari duduknya, pindah ke kursi lain agar tiga tamu ini lebih leluasa memilih tempat duduk.

"Ha, rupanya pak Somad!" seru pak Mursidi setelah tiga tamunya semakin dekat.

"Benar pak Mursidi!" kata pak Somad mencoba berkata seramah mungkin. "Ada sesuatu yang perlu dibicarakan dengan pak Mursidi sehingga malam-malam begini terpaksa datang, mengganggu waktu istirahat bapak!"

"Ah, jangan begitu!" balas pak Mursidi sambil tersenyum lebar. Keduanya tampak mencoba bersikap wajar tetapi yang lain tidak berhasil menyembunyikan ketegangan hati mereka. Mereka memang pantas tegang, karena siapa di antara mereka yang tidak tahu dan mengerti, jika pertemuan dua kepala desa ini bukanlah pertemuan biasa? Pertemuan penentuan kalau ingin diberi istilah yang tepat.

"Mari silakan duduk!"

Pak Somad mengangguk, kemudian dia duduk, diikuti oleh dua orang pengiringnya. Pak Mursidi pun duduk, tepat berhadapan  dengan pak Somad. Sementara teman ngobrol pak Mursidi juga mengambil tempat duduk masing-masing, tidak jauh dari tempat duduk Kepala Desanya.

"Keperluan penting macam apa yang memaksa pak Somad datang malam-malam ke sini?" pak Mursidi memulai, sebuah pertanyaan yang mengandung banyak makna. Pertanyaan yang mengajak untuk sama-sama membuka kartu, tidak perlu lagi berbasa-basi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun