Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Gadis Desa

19 Februari 2021   10:57 Diperbarui: 19 Februari 2021   12:05 3059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemudian, suasana kembali hening. Yang terdengar hanyalah desauan angin segar, sambil sesekali ditingkah oleh bunyi burung yang tampaknya sedang bergembira. Hijaunya daun yang rimbun, dipadu oleh coklatnya batang-batang pohon perkasa, menimbulkan sesuatu yang lain dan baru sama sekali. Sesuatu yang tidak pernah dilihat di kota.

Langkah mereka tidak lagi setegap tadi, kecuali langkah pak Sukri yang tetap berirama meyakinkan. Perjalanan semakin sulit, walaupun akhirnya berhasil juga tiba di lokasi yang dituju. Tenda yang memang sudah di bawa, segera didirikan.

Sementara temannya asyik bekerja, Tanto mempunyai acara sendiri. Ia mendekati pak Sukri dan mendesak agar dia mau meneruskan cerita tentang peristiwa yang diingatnya ketika ia menyebut gunung Bromo.

"Nak Tanto kelihatannya menaruh perhatian besar pada peristiwa itu," kata pak Sukri sambil tersenyum, "Tetapi baiklah akan saya ceritakan selengkapnya."

Kemudian, setelah menarik nafas panjang dan mengambil tempat duduk di akar pohon yang mencuat, sementara Tanto juga duduk di sana, mulailah pak Sukri berserita.

"Kejadiannya bermula ketika mengunjungi Bromo untuk kedua kalinya beberapa waktu yang lalu. Kepergian bapak ke sana, entah mengapa seperti ada sesuatu yang menyuruh, padahal sebelumnya bapak sama sekali tidak berminat, karena untuk apa? Sudah bukan masanya lagi bagi orang sebaya bapak pergi melancong, sementara di tempat tinggal bapak sendiri masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan."

"Bapak berangkat ke gunung itu, dengan bekal yang diambil dari uang tabungan. Di sana, lagi-lagi sebuah hasrat yang aneh serasa menuntun bapak ke sebuah kawasan sebelah barat Segoro Wedi (Laut Pasir). Di daerah itu tak ada apa-apanya kecuali pohon-pohon yang tidak begitu rimbun tetapi di antara pohon-pohon itu bapak temukan sebuah gubuk da sang penghuni, sekali lagi bapak katakan sang penghuni, karena pada akhirnya kuketahui bahwa cuma dia seorang diri yang ada di sana, sedang menyapu halaman rumah."

"Ketika itu, matahari sudah melewati titik kulminasinya yang paling tinggi. Biasanya, bapak selalu kikuk menghadapi seorang wanita, apalagi wanita muda seperti dia. Bapak tahu dia wanita muda, bahkan wanita muda yang manis cukup dari kejauhan. Tetapi ketika itu, entah mengapa bapak sama sekali tidak merasa kikuk untuk menghampiri dan mencoba berbicara dengannya."

"Eh, siapa anda ini? Tentu saja pertanyan itu bapak ajukan dalam bahasa daerah. Gadis itu mengangkat kepala, karena terlalu asyik menyapu dia tidak meyadari kedatangan bapak."

"'Oh,' serunya seperti terkejut, tetapi kemudian wajahnya seperti merasa puas karena orang yang di tunggu-tunggunya telah datang. 'Bapak benar-benar datang seperti pesan nenek!' Tentu saja bapak mengerutkan bapak mengerutkan kening mendapatkan jawaban seperti itu. Memangnya kapan bapak pernah berjanji dengannya atau dengan neneknya? Tetapi bapak tidak diberi kesempatan untuk bertanya lebih lanjut, karena gadis itu menggandeng tangan bapak dan mengajak masuk ke dalam."

"Di dalam ... kau tahu apa yang bapak lihat?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun