Pokoknya mereka diberi pesan bahwa tujuan mereka adalah menikmati keindahan alam dan bukannya merusak keindahan alam yang sudah ada.
Setelah perijinan beres, berangkatlah rombongan pemuda itu dengan bantuan seorang pemuda setempat sebagai pemandu jalan. Penunjuk jalan bernama Sukri. Orangnya pendek kekar dan sangat pandai bercerita. Perjalanan terasa lebih menyenangkan dengan cerita-cerita dan keterangan-keterangan menarik dari pak Sukri.
Pematang-pematang licin di sawah, tanpa terasa dilewati dengan gembira. Setelah melewati persawahan dan perladangan yang luas, medan perjalanan mulai berubah. Sekarang kaki mereka bekerja lebih keras. Perjalanan mendaki benar-benar dimulai sekarang.
Jalan setapak yang biasa dilalui penduduk, meskipun menjulang tinggi menembus lereng-lereng ternyata banyak membantu kami. Seandainya jalan setapak itu belum ada sungguh tidak terbayangkan bagaimana sulitnya pemuda kota ini
Tanto Aristadi, adikku, yang semula berjalan di belakang, sekarang berubah posisi dan berjalan berdampingan dengan Pak Sukri. Pak Sukri menoleh menatap pemuda jangkung berparas lumayan itu, yang mencoba berjalan berdampingan dengannya.
"Wah, rupanya kuat juga berjalan jauh!" puji pak Sukri dengan bahasa Indonesia yang lancar.
"Ah biasa saja, pak. Sebelum ini saya memang mempunyai kebiasaan lari pagi, karena itu kaki saya sedikit lebih kuat dibandingkan dengan kaki teman yang lain."
Ini memang benar. Yang lain, kelihatan mulai lelah tetapi Tanto Kristanto tetap bisa melangkah dengan santai.
"Olahraga yang dikerjakan secara teratur memang bermanfaat besar bagi tubuh," lanjut pak Sukri, persis seperti guru olahraga yang betul-betul menguasai bidangnya sedang menerangkan manfaat olahraga pada salah seorang muridnya.
Tanto mengangguk-angguk membenarkan.
"Sudah berapa kali mendaki lereng gunung?" tanya pak Sukri.