G A D I S Â D E S A
Tri Budhi Sastrio
Bila kembang sudah mekar,
Tetapi kumbang tak juga kunjung datang,
Lalu siapa yang akan mengisap madunya?
Jika begitu, kan benar-benar sayang!
Surti baru dua hari datang dari desanya dan tinggal di rumah. Jika dianggap ada hubungan keluarga dengan dengan dia maka itu salah besar. Benar-benar salah besar karena sama sekali tidak ada hubungan keluarga kecuali sama-sama keturunan nabi Adam.
Aku tidak kenal bahkan juga tidak pernah bertemu dengannya sebelum itu.
Berbicara mengenai Surti sendiri, diam-diam dalam hati harus diakui dia itu cukup cantik dan manis menurut ukuran gadis desa. Dandanan dan riasan wajahnya memang sangat sederhana, sesederhana jiwanya, tetapi pesona yang dipancarkan cukup luar biasa. Tindak tanduknya masih sangat kekanak-kanakan, lugu dan polos. Yang menjadi persoalan sekarang, bagaimana gadis sepolos dan selugu itu bisa terdampar ke alam perkotaan yang penuh dengan kekerasan dan  kepalsuan?
Biang keladinya ternyata adik kandungku sendiri. Tanto Aristadi.
Ceritanya begini! Cerita ini didengar dari mulut adikku sendiri yang setelah digabungkan dengan keterangan Surti ternyata bisa diterima akal sekali pun sedikit aneh.
***
Sesuai dengan yang telah disepakati, Sabtu yang lalu serombongan anak muda berangkat, lengkap dengan perbekalan masing-masing untuk selama seminggu berkemah. Di antara mereka terdapat Tanto Aristadi, adikku. Mereka berangkat dengan mobil carteran. Tujuannya, lereng Gunung Welirang.
Perjalanan ternyata berjalan dengan lancar. Di sebuah desa kecil, jalan masuk lewat jalan setapak ke lereng Gunung Welirang, mereka berhenti. Ketua rombongan melapor pada pihak Kepolisian dan Koramil setempat sambil menunjukkan surat ijin jalan dari Surabaya.
Ijin untuk berkemah ternyata tidak sulit di dapat, bahkan mereka mendapat nasehat tambahan, agar tidak segan-segan menghubungi kepolisian seandainya terjadi sesuatu. Mereka juga diberi pesan untuk tidak merusak milik penduduk setempat atau meninggalkan sesuatu yang akan mengotori lingkungan.