Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Masa Depan: Narapidana Antariksa

13 Desember 2020   11:40 Diperbarui: 13 Desember 2020   12:17 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba lampu merah pesawat telepon merah berkedap-kedip tanda ada hubungan. Tangan kanan presiden bergerak secepat ular mematuk, menjangkau pesawat telepon merah. Sebelum mengangkat telepon merah, Presiden melirik Jenderal Hartoyo. Dua orang ini saling mengangguk lega.

Jenderal Hartoyo tersenyum. Presiden juga.

"Ya, hallo!" kata Presiden begitu pesawat penerima berwarna merah menempel di telinganya.

"Benar!" jawab Presiden dengan gembira. "Di sini Jakarta!"

Tanpa terasa suasana dalam ruangan itu semakin tegang. Presiden berkali-kali mengangguk. Roman mukanya hampir-hampir tidak memberikan petunjuk apa-apa sehubungan dengan pembicaraannya.

Sebenarnya tidak sampai empat puluh detik Presiden mendengarkan keterangan dari seberang sana, tetapi bagi yang hadir dalam ruangan itu,  termasuk Jenderal Hartoyo, yang empat puluh detik itu terasa lama sekali. Mungkin karena mereka tidak bisa mendengar sendiri secara langsung suara itu sementara persoalan yang dibicarakan di sana melibatkan mereka semua sejak empat hari yang lalu.

"Kami mengerti!" akhirnya Presiden berkata. "Yang Mulia tidak usah khawatir. Kami akan berusaha membantu Yang Mulia sekuat kami bisa. Bukankah negara kita berdua telah lama sekali menjadi sahabat baik? Pertolongan kecil macam ini tidaklah perlu terlalu dibesar-besarkan oleh Yang Mulia!"

Presiden sekali-kali mendengarkan suara balasan dari alat penerima. Wajah Presiden berubah semakin cerah sekalipun samar-samar masih terlihat rasa tegangnya.

"Baik Yang Mulia!" kata Presiden akhirnya mengakhiri pembicaraannya. "Kami akan segera memberi tahu Yang Mulia begitu pekerjaan ini selesai!"

Presiden tersenyum lebar.

"Tidak ... tidak usah khawatir!" kata Presiden diselingi tawanya. Presiden mendengarkan sejenak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun