Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Masa Depan: Narapidana Antariksa

13 Desember 2020   11:40 Diperbarui: 13 Desember 2020   12:17 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.artmajeur.com/en/andriymarkivart/artworks/11892449/space-girl

"Saya yakin tidak ada halangan berarti, Bapak Presiden!"

Presiden mengangguk puas.

Suasana dalam ruangan khusus kembali hening.

Di atas meja tidak ada peralatan lain, kecuali dua telepon berwarna merah dan putih. Tidak dapat disangkal dua pesawat telepon ini merupakan pesawat telepon paling penting di seantero negara ini.

Dengan pesawat telepon berwarna putih tidak ada tempat di Indonesia yang tidak bisa dihubungi secara langsung oleh Presiden. Dengan pesawat telepon merah Kepala Negara dapat berhubungan dengan rekan-rekannya di seluruh dunia.

"Bagaimana jika hubungan yang kita nantikan tidak datang tepat pada waktunya?" gumam Presiden lirih, sepertinya cuma ditujukan pada dirinya sendiri. Tetapi gumaman lirih itu jelas bisa didengar oleh mereka yang hadir, khususnya oleh Jenderal Hartoyo yang tempat duduknya kebetulan memang paling dekat.

"Kita tidak mengharapkan itu!" Jenderal Hartoyo membalas pelan. "Meskipun seluruh biaya misi ini dibiayai oleh mereka, atau tepatnya akan diganti oleh mereka tetapi kita tetap berharap misi ini memberi manfaat langsung bagi mereka. Kita tidak mengharapkan mereka mengeluarkan dana secara sia-sia sementara misi sebenarnya sama sekali tidak terlaksana!"

Presiden menghela nafas panjang. Sementara itu pandangan dan tatapannya terarah pada dua pesawat telepon di depannya. Pesawat telepon berwarna merah dan putih. Dua warna keramat bagi bangsa dan negara ini. Dengan dua warna inilah kemerdekaan tanah dan bangsa ini direbut. Tidak terbilang darah tertumpah, tidak terbilang pengorbanan dipersembahkan untuk dua warna ini.

Dirinya memang belum lahir ketika semua itu berlangsung tetapi catatan sejarah menceritakan itu semua itu pada dirinya. Sekarang, ketika saat-saat cukup tegang menggantung di atas kepala, keharuan kenangan perjuangan masa lalu yang penuh pengorbanan itu membayang dan bermain-main di benak Presiden.

Negara yang sekarang dipimpinnya telah melesat maju sejalan dengan perjalanan sejarahnya. Negaranya bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan negara-negara besar di dunia lainnya. Tetapi mengapa keharuan dan kenangan pada perjuangan masa lalu kadang-kadang masih mampu membuatnya terpana?

Presiden tersenyum aneh sendirian. Semua yang hadir sama-sama mengerutkan kening melihat senyum aneh Presiden. Tetapi mereka semua memilih diam. Tidak ada yang berani usil menanyakan apa makna dan arti senyum itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun