Tengok saja moratorium penebangan pohon di hutan alam. Apakah tekad yang tampaknya hebat dan luar biasa ini berhasil dijalankan sehingga penebangan pohon pada hutan alam benar-benar berhasil dilakukan pada titik ‘zero’? Hal inilah yang tampaknya belum terjadi karena ternyata penebangan hutan masih terus terjadi. Mungkin tidak lagi besar-besaran seperti pada awal-awal masa Orde Baru dulu, tetapi dengan jujur harus diakui bahwa penebangan tersebut masih ada dan memang masih ada dan tampaknya akan terus ada.
     Mengapa bisa seperti ini? Apakah negara taring dan giginya sudah benar-benar ompong sehingga tidak berdaya menghadapi para pengrusak hutan? Atau bagaimana? Apakah karena para penebang pohon itu terlanjur memiliki hak yang diberikan oleh negara jauh sebelumnya, sehingga secara legal formal mereka dapat terus melanjutkan penebangan pohon? Jika memang tengara yang terakhir ini yang melandasi berlanjutnya penebangan pohon di hutan-hutan asli Indonesia, maka jika boleh memaki dalam tulisan ini, makian yang muncul adalah ‘tahi kerbau’ alias omong kosong besar.
     Mereka boleh memegang ijin itu, tetapi jika negara berani tegas dan kuat, maka mereka harus berhenti menebangi pohon dan benar-benar berhenti. Yang boleh dilakukan sekarang adalah menanam pohon. Bukan menebang pohon, tetapi menanam pohon. Menanam dan menanam. Bukan menebang. Lalu bagaimana jika memerlukan kayu? Jangan tebang pohon di hutan perawan, tebanglah pohon di hutan industri.
Ayo Pemerintah Pusat, Ayo Menanam
     Inilah ajakan yang bisa diberikan kepada pemerintah pusat. Ayo galakkan upaya menanam pohon dengan konsisten, dan jangan ‘hangat-hangat tahi ayam’ seperti yang sekarang terjadi. Kalau teringat betapa pentingnya hal ini, maka ramai-ramai berteriak ayo menanam. Jika kemudian lupa setelah banyak tidur, maka penebangan kembali dilakukan.
     Memang bukan cuma tugas pemerintah pusat untuk yang ‘beginian’ tetapi tidak dapat disangkal hanya pemerintah pusat yang kemampuannya untuk menghadapi para cukong perompak hutan cukup memadai. Atau jangan-jangan mereka pun tidak berdaya menghadapi perompak ini? Yah, jika begini, apalagi yang bisa dilakukan kecuali menikmati ‘speechless’ yang dipaksakan pada kita semua.
     Ayo Pemerintah Pusat, Ayo Menanam.
Tri Budhi Sastrio sekarang ini tercatat sebagai dosen pascasarjana di Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra di Univ. Dr. Soetomo, Surabaya, tenaga pengajar di Pusat Bahasa Univ. Surabaya, dan juga ikut membantu Xin Zhong School Surabaya sebagai KaLitbang. Pernah bertugas sebagai dosen tamu di Universitas Adam Mickiewicz, Poznan, Polandia selama tiga tahun. Pernah aktif sebagai penerjemah dan telah menerjemahkan belasan buku. Membaca dan menulis adalah hobinya dan sejauh ini telah menulis ratusan puisi dan cerpen serta novel dan sebagian besar darinya belum pernah dipublikasikan tetapi telah dihimpun dengan rapi untuk suatu ketika nanti diterbitkan. Alur komunikasi untuk berhubungan dengan dia dapat menggunakan email tribudhis@yahoo.com atau WA 087853451949, FB Tri Budhi Sastrio sedangkan rekening bank pribadinya adalah BCA No. Rek. 1300018897 a.n. Tri Budhi Sastrio
Alamat Rumah:
Griya Candra Mas Blok GE 43-44, Juanda, Sedati – Sidoarjo – Jawa Timur