Perjalanan penuh dengan kewaspadaan, lengah sedikit saja pasti terperosok ke lembah yang berbatu. Namun kewaspadaan kami harus dibagi, dibagi sambil memperhatikan berbagai tanda-tanda satwa yang ada di dalam hutan ini. Baik itu suara, jejak kaki, bekas cakaran di batang pohon, kotoran atau bagian tubuh hewan yang tertinggal.
Selama menyusuri hutan, banyak ditemukan pohon Ara (Ficus sp). Jenis tersebut buahnya menjadi sumber pakan bagi satwa liar di dalam hutan. Pohon-pohon Ara yang ada di dlaam hutan akan berbuah secara bergantian sepanjang tahun. Buah yang masih beraada di atas pohon menjadi sumber pakan bagi berbagai jenis burung, mulai burung besar (Bucerotidae) hingga burung-burung kecil. Selain itu berbagai satwa mamalia kecil arboreal seperti tupai, dan musang juga turut menikmati bua ara tersebut. Saat bua hara jatuh ke tanah maka berbagai satwa terrestrial akan memakannya, mulai dari berbagai jenis tikus, babi hutan, dan monyet.
Beberapa kali telinga kami mendengar burung paruh besar (Bucerotidae) yang sangat langka dari arah depan kami. Tak lama kemudia suara dari arah lain juga menyahut. Jenis burung yang banyak diburu karena mitos sesat yang menganggap bagian tubuhnya mengandung obat tradisional. Akibatnya populasinya menurun tajam bahkan mungkin hanya tersisa di hutan-hutan pedalaman saja yang ada.
Di sekitar pohon hutan yang sedang berbuah kami menjumpai buah yang berserakan di tanah sisa dimakan oleh satwa, namun kami belum mengetahui jenis satwa apa yang memakannya. Hingga kami mendapatkan titik terang, manakal kami menjumpai seonggok kotoran yang khas, kotoran binturong. Masih nampak biji-bijian dari buah yang dimakan satwa tersebut.
Binturung juga merupakan salah satu satwa yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia. Di beberapa tempat, orang tidak bertanggung jawab banyak yang memelihara karena dianggap unik dengan warna rambut hitam dan tebal.
Tak lama berselang terdengan suara memekik keras seperti menyalak di kejauhan, tapi bukan suara anjing. Iya... itu suara kijang. Kijang atau yang memiliki nama ilmiah Muntiacus muntjak sering disebut sebagai barking deer. Karena perilakunya dia sering "barking". Suaranya keras dan bisa terdengar hingga jarak sekitar 500 m di dalam hutan.
Kijang juga mempunyai kebiasaan menggaruk-garukkan tanduknya pada batang pohon. Garukan tersebut menimbulkan bekas goresan pada batang pohon. Goresan tersebut memiliki ciri yang khas dan dapat dibesakan dengan goresan yang dibuat oleh satwa lain. Ciri-cirinya arah goresan adalah dari bawah kea rah atas, sisa kulit yang tergores akan terkumpul di bagian ujung bagian atas.
Lantai hutan yang lembab membuat seresah menjadi basah. Kondisi tersebut menjadi habitat ideal bagi berbagai jenis jamur-jamur hutan. Namun jamur hutan sebagian besar tidak bisa dimakan bahkan ada diantaranya yang beracun. Untuk mendapatkan jamur yang ddapat dimakan di hutan harus benar-benar mengenal jenisnya dengan baik, jika tidak harus bersama penduduk lokal yang sudah mengenal baik jenis jamur yang dapat dimakan.