Akibatnya, rumah panjang sering kali ditinggalkan, sehingga bangunan fisiknya mengalami kerusakan karena kurangnya perawatan.
2. Tekanan Ekonomi
Tekanan ekonomi juga menjadi tantangan besar bagi pelestarian rumah panjang. Faktor-faktor ekonomi yang berkontribusi terhadap tantangan salah satunya biaya perawatan. Rumah panjang membutuhkan perawatan rutin, terutama pada bagian kayu, atap sirap, dan lantai yang rentan terhadap cuaca.
Biaya perawatan sering kali terlalu mahal bagi masyarakat yang hidup dari hasil pertanian subsisten. Tidak banyak bantuan dari pihak luar, termasuk pemerintah, untuk mendukung renovasi atau pemeliharaan rumah panjang.
Beberapa keluarga bahkan menjual kayu atau bahan bangunan rumah panjang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, yang semakin mempercepat degradasi struktur bangunan.
3. Pengaruh Urbanisasi
Urbanisasi yang terjadi di Kalimantan telah mendorong banyak generasi muda Dayak untuk merantau ke kota demi pendidikan atau pekerjaan. Fenomena ini menyebabkan berpindahnya generasi muda. Generasi muda yang tinggal di kota sering kali tidak kembali ke rumah panjang, sehingga rumah tersebut kehilangan fungsi sebagai tempat tinggal kolektif. Dengan perpindahan generasi muda ke kota, pengetahuan tentang nilai-nilai, tradisi, dan cara hidup di rumah panjang mulai terkikis.
4. Kerusakan Lingkungan
Rumah panjang tradisional dibangun menggunakan bahan-bahan alami seperti kayu ulin dan rotan yang diambil dari hutan sekitar. Namun, kerusakan hutan akibat penebangan liar, perkebunan kelapa sawit, dan tambang telah menyebabkan kesulitan mendapatkan bahan baku. Kayu ulin, yang dulu melimpah, kini menjadi langka dan mahal. Hal ini menyulitkan perbaikan atau pembangunan rumah panjang baru.
Penggundulan hutan dan pembangunan infrastruktur sering kali mengubah lanskap desa, membuat lokasi tradisional rumah panjang kurang cocok untuk dihuni.
5. Kurangnya Kesadaran Akan Nilai Budaya