Mohon tunggu...
Tri Atmoko
Tri Atmoko Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti Satwa Liar

Pengalaman menelusuri hutan, berbagai pengetahuan alam dan satwa liar.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengungkap Kehidupan Satwa Liar Melalui Jejaknya di Hutan Tropis

31 Oktober 2024   06:51 Diperbarui: 31 Oktober 2024   06:56 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekas cakaran beruang pada batang pohon (Photo: Tri Atmoko)

Hutan tropis, dengan vegetasi yang rapat dan tanah yang lembap, menjadi habitat bagi berbagai spesies satwa liar. Namun, menemukan satwa liar di tengah hutan yang lebat bukanlah tugas yang mudah. 

Berbagai faktor seperti kamuflase alami, perilaku nokturnal, dan kewaspadaan tinggi terhadap kehadiran manusia membuat pengamatan langsung terhadap satwa liar menjadi tantangan tersendiri.

Untuk mengatasi kendala tersebut, peneliti dan pemerhati satwa liar menggunakan pendekatan lain: menelusuri jejak dan tanda-tanda yang ditinggalkan oleh satwa. Teknik ini memungkinkan pengamat untuk mempelajari keberadaan, perilaku, dan aktivitas satwa tanpa harus melihat mereka secara langsung.

Jenis Jejak dan Tanda-Tanda Satwa

Setiap satwa memiliki pola jejak dan tanda unik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies dan aktivitasnya. Beberapa tanda yang sering ditemukan di hutan tropis antara lain:

  1. Jejak Kaki (foot print): Jejak kaki menjadi salah satu tanda yang paling umum dan informatif. Setiap spesies satwa memiliki bentuk dan pola jejak kaki yang khas. Misalnya, jejak harimau memiliki pad yang menonjol dan bentuk jari yang melebar, sementara jejak rusa lebih kecil dan berciri dua kuku utama. Menentukan ukuran, bentuk, dan kedalaman jejak kaki dapat memberikan informasi tentang spesies, ukuran tubuh, bahkan arah dan kecepatan pergerakan satwa.
  2. Bekas Gigitan: Satwa herbivora dan karnivora meninggalkan bekas gigitan yang berbeda pada tumbuhan atau mangsanya. Bekas gigitan pada batang pohon atau dedaunan memberikan petunjuk tentang jenis makanan yang dikonsumsi oleh satwa. Jenis badak akan meninggalkan bekas gigitan seperti guntingan pada dedaunan. Karnivora seperti harimau atau macan tutul mungkin meninggalkan bekas gigitan pada mangsanya, yang dapat membantu mengidentifikasi pemangsa utama di wilayah tersebut.
  3. Kotoran (Scat): Kotoran atau feses adalah tanda lain yang berharga. Selain memberikan informasi tentang keberadaan satwa, kotoran juga menyediakan petunjuk tentang diet satwa. Satwa herbivora, seperti rusa atau kancil, biasanya memiliki kotoran berbentuk bulat kecil, sedangkan kotoran karnivora sering kali mengandung sisa-sisa tulang atau rambut mangsanya.
  4. Sarang dan Tempat Tidur: Beberapa satwa membuat sarang atau tempat tidur sementara di dalam hutan. Misalnya, orangutan membangun sarang dari daun di puncak pohon sebagai tempat istirahat mereka di malam hari. Sarang ini membantu peneliti mengetahui lokasi dan estimasi populasi orangutan di suatu area. Jenis penyu juga bersarang untuk meletakkan telurnya di daerah berpasir di tepi pantai.
  5. Goresan di Pohon (Scratch Marks): Goresan pada batang pohon sering kali disebabkan oleh satwa besar seperti beruang madu atau harimau, yang menandai wilayah teritorialnya. Tinggi dan pola goresan dapat membantu mengidentifikasi ukuran dan jenis satwa yang meninggalkan tanda tersebut. Jenis rusa dan kijang juga seringkali meninggalkan bekas goresan tanduknya di batang pohon. Satwa-satwa tersebut memiliki ciri khusus pada goresan pada batang kayu yang ditinggalkan.
  6. Sisa Makanan dan Rambut: Sisa makanan yang tertinggal, seperti biji buah yang sudah terkupas, sisa-sisa tulang, atau rambut mangsa, memberikan informasi tentang perilaku makan satwa di hutan. Primata seperti monyet dan orangutan sering meninggalkan sisa buah, sementara burung pemangsa bisa meninggalkan bulu mangsanya di lokasi tertentu.

Jejak kaki pelanduk di daerah berpasir di tepi sungai (Photo: Tri Atmoko)
Jejak kaki pelanduk di daerah berpasir di tepi sungai (Photo: Tri Atmoko)

Teknik Identifikasi Jejak Satwa

Pengamatan dan identifikasi jejak satwa memerlukan keterampilan dan pengetahuan khusus, serta alat bantu yang tepat. Para peneliti biasanya membawa alat pengukur, kompas, dan kamera untuk mendokumentasikan jejak secara rinci. Berikut adalah beberapa teknik yang digunakan:

  • Pengukuran Jejak: Setiap spesies memiliki ukuran jejak kaki yang khas, sehingga pengukuran panjang, lebar, dan kedalaman jejak dapat membantu mengidentifikasi spesies yang meninggalkannya. Pengukuran ini juga dapat memperkirakan usia satwa dan estimasi populasi.

  • Fotografi dan Cetak Jejak (Plaster Cast): Teknik cetak gips atau plaster cast sering digunakan untuk merekam jejak yang ditemukan. Teknik ini memungkinkan para peneliti membawa pulang replika jejak dan mempelajarinya lebih lanjut di laboratorium.

  • Analisis Kotoran: Melalui analisis mikroskopis, kotoran satwa dapat dianalisis untuk mengetahui pola makan mereka, yang bermanfaat untuk memahami rantai makanan di suatu habitat.

Sebaran dan Pergerakan Satwa Berdasarkan Jejak

Menelusuri jejak satwa di hutan juga dapat memberikan informasi mengenai sebaran dan pergerakan populasi. Jejak yang ditemukan di jalur yang sama secara berulang bisa menunjukkan bahwa jalur tersebut adalah koridor penting yang sering dilalui oleh satwa. Jalur satwa besar, seperti gajah atau harimau, yang tampak jelas di lantai hutan dapat mengindikasikan koridor migrasi atau area teritorial.

Di beberapa lokasi, peneliti menemukan bahwa jalur ini menjadi penanda wilayah teritorial atau akses ke sumber air. Misalnya, di hutan hujan Sumatra, jalur yang sering dilalui oleh harimau menunjukkan kawasan perburuan utama mereka. 

Melacak pergerakan satwa dalam jangka waktu tertentu juga memungkinkan peneliti untuk memetakan rute migrasi musiman satwa seperti gajah Sumatra.

Manfaat Pengamatan Jejak Satwa dalam Konservasi

Pengamatan jejak satwa dan tanda-tanda yang mereka tinggalkan memiliki manfaat besar dalam upaya konservasi. Dengan mengetahui kehadiran dan sebaran satwa di suatu kawasan, pihak manajemen dapat menentukan langkah-langkah perlindungan yang tepat. 

Selain itu, tanda-tanda ini menjadi indikator kesehatan ekosistem. Kehadiran predator besar, seperti harimau atau macan tutul, di suatu wilayah menandakan bahwa ekosistem tersebut masih memiliki rantai makanan yang utuh, yang merupakan tanda ekosistem yang sehat.

Di samping itu, pengamatan jejak satwa juga membantu dalam pemetaan spesies yang terancam punah, sehingga menjadi dasar penting bagi pengembangan program perlindungan habitat kritis. Misalnya, ketika jejak orangutan ditemukan di suatu hutan, hal ini mengindikasikan kebutuhan untuk melindungi area tersebut dari aktivitas manusia, seperti perambahan atau pembangunan.

Bekas gigitan satwa pada buah hutan (Photo: Tri Atmoko)
Bekas gigitan satwa pada buah hutan (Photo: Tri Atmoko)

Persiapan dalam Penelusuran Jejak Satwa di Hutan

Menelusuri jejak satwa di hutan tropis membutuhkan persiapan yang matang. Pengamat satwa perlu membawa peralatan seperti:

  • Peta dan GPS untuk membantu navigasi di hutan.
  • Alat pengukur dan kamera untuk mendokumentasikan jejak atau tanda yang ditemukan.
  • Cetak gips untuk merekam jejak kaki dengan akurat.
  • Notebook untuk mencatat informasi seperti lokasi, waktu, dan kondisi lingkungan saat menemukan jejak.

Selain alat-alat tersebut, pengamat juga perlu memiliki pemahaman tentang jenis jejak satwa yang kemungkinan besar ada di wilayah tersebut, seperti perbedaan antara jejak satwa herbivora dan karnivora atau ciri khas jejak kaki dari spesies tertentu.

Hal-Hal Unik dalam Menelusuri Jejak Satwa

Proses menelusuri jejak satwa sering kali menghadirkan kejutan dan wawasan unik tentang kehidupan mereka. Beberapa tanda yang ditemukan mungkin menunjukkan interaksi antara spesies, seperti jejak kaki karnivora yang diikuti oleh jejak herbivora di area yang sama. 

Dalam beberapa kasus, peneliti juga dapat menemukan tanda-tanda perlawanan atau pertarungan antara satwa, misalnya, bekas goresan yang dalam pada pohon atau tumpukan rambut yang tersebar.

Selain itu, setiap tanda atau jejak memiliki cerita tersendiri yang merefleksikan perilaku adaptasi satwa terhadap lingkungannya. Misalnya, goresan pada batang pohon yang dibuat oleh harimau menunjukkan aktivitas mereka dalam menandai wilayah teritorial, sementara sarang sederhana dari daun yang dibuat oleh orangutan menunjukkan adaptasi mereka untuk bertahan hidup di hutan tropis.

Kesimpulan

Pengamatan satwa liar berdasarkan jejak dan tanda-tanda yang ditinggalkan adalah pendekatan yang penuh wawasan dalam memahami kehidupan satwa liar di hutan tropis. Setiap jejak kaki, goresan, atau sisa makanan mengandung informasi berharga tentang perilaku dan ekologi satwa. 

Melalui metode ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang mendalam tentang interaksi antara spesies dan kebutuhan ekologis mereka tanpa harus mengganggu keberadaan mereka secara langsung.

Metode pengamatan jejak satwa liar ini bukan hanya penting bagi sains, tetapi juga bagi konservasi. Dengan memahami jejak yang ditinggalkan oleh satwa, kita bisa melindungi habitat mereka dengan lebih efektif, menjaga keseimbangan ekosistem, dan memastikan keberlanjutan spesies yang terancam punah. 

Melindungi hutan tropis beserta satwa-satwanya bukan hanya tanggung jawab ilmiah, tetapi juga investasi untuk masa depan ekosistem global yang lebih seimbang dan sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun