Mohon tunggu...
Trias DL
Trias DL Mohon Tunggu... Administrasi - words are the reflection of pain and happiness

Kebetulan saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Fresh Graduates dan Tantangan dalam Menghadapi Dunia Kerja

4 Februari 2019   01:00 Diperbarui: 4 Februari 2019   14:25 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagai fresh graduate, mencari pekerjaan tentu bukanlah sesuatu yang mudah. (Sumber: eleanorsbakeshop.com)

Sebagai mantan fresh graduate, tentu saja saya paham bagaimana susahnya mencari kerja. Dari mulai digantung harapan sampai ditolak mentah-mentah pernah saya alami. Namun ketika sudah mendapat kerja, hati ini bukan main bahagianya. Rasanya sudah bisa meng-claim diri sendiri sebagai individu yang mandiri dan benar-benar berguna untuk orang-orang di sekitar saya.

Hari pertama bekerja pastinya sangat bersemangat. Sudah di tanam-tanam dalam otak bahwa ini hari ini akan berhasil. Ternyata, hari pertama saya bekerja saya langsung diberi kesan sangat tegas oleh atasan saya. Lambat laun, saya paham bahwa cara mendidik atasan terhadap bawahannya itu memang berbeda-beda.

Lalu, sejauh mana atasan bisa melepas begitu saja bawahannya dalam bekerja? Sejauh mana pengawasan itu diperlukan?

Misal, ketelitian itu penting dan harus ada pada diri karyawan, terutama yang fokus pekerjaannya sangat berkonsentrasi pada data. Bayangkan saja ada anak baru lulus kuliah (tentu saja yang mau dibayar dengan minim, asalkan dapat pengalaman kerja) yang langsung dipekerjakan sebagai (sebut saja) rekrutmen staff. 

Ada beberapa rekrutmen staf yang mengurusi dari mulai rekrutmen itu sendiri hingga ke administrasi dan kontrak. Jumlah karyawan yang harus direkrut menggunung (misalnya level operator) dan harus diurus semuanya seorang diri. Atasannya yakni supervisornya ikut kewalahan supervisi hingga akhirnya hanya review bagian-bagian besarnya saja.

Kemudian di suatu waktu membuat kesalahan fatal yakni salah penulisan tanggal kontrak kerja. Ada pihak yang tidak terima dan meminta bantuan kepada perwakilan serikat pekerja. Lalu mau tidak mau menjadi semakin runyam.

Ada lagi yang masih tergantung suasana hati. Dengar teman dekatnya sudah ajukan resign, akhirnya bekerja juga jadi setengah hati. Karena dipercaya oleh atasannya dalam menjadi PIC seminar tentang kesehatan di kantor, lalu dilepas begitu saja. Karena niat bekerja sudah mengecil, akhirnya di suatu waktu tidak hadir rapat penting dengan alasan tidak enak badan. Izin mendadak di hari H, dan dengan mudahnya minta rekan kerjanya yang berbeda job desc untuk menggantikannya rapat. Ketika atasannya ditanya, responnya hanya mematung.

Kisah lainnya yakni seorang resepsionis baru (tentunya baru lulus juga). Pada saat diwawancara dia bisa meyakinkan bahwa dirinya selalu ingin belajar dan akan menjadi pribadi yang proaktif. Atasannya adalah seorang staff General Affair yang pekerjaannya juga menggunung. 

Setelah diajari singkat dan dilepas selama beberapa hari, akhirnya ada laporan. Laporannya menyebutkan bahwa dirinya kurang memakai bahasa yang baku pada saat menerima telepon. Selain itu dinilai pula oleh beberapa karyawan lainnya bahwa ketika menyambut tamu-tamu penting, sikapnya kurang mantap dan dewasa.

Satu kisah lagi yakni tentang admin sales fresh graduate yang dipekerjakan untuk menggantikan cuti hamil. Selama masa take over pekerjaan, waktunya hanya seminggu. Koordinasi dengan karyawan yang cuti hamil hanya bisa lewat chat atau via telepon, itupun kalau cepat responnya. Akhirnya suatu waktu dia membuat kesalahan untuk input data penjualan. 

Hal ini baru terlihat ketika diperiksa oleh atasannya, itu juga ketika besoknya harus dikirimkan ke Manager Regional untuk laporan periodik. Solusinya? Lembur dadakan untuk revisi bersama atasan sampai jam 10 malam di kantor. 

Intinya, di mana peran atasan dalam semua ini? Apakah kesibukan yang menggunung lantas membuat kita jadi teralih? 

Human error pasti tinggi terjadi terutama untuk kalangan karyawan baru yang masih tergolong fresh graduates. Memang bisa dipahami juga bagaimana seorang karyawan baru harus dilepaskan untuk suatu tugas supaya dia bisa belajar sendiri. 

Namun, pengawasan dan bimbingan juga tidak boleh longgar. Dengan memiliki kontrol yang baik terhadap anak buah, tentunya juga bisa meminimalisir kesalahan-kesalahan tragis yang bisa terjadi, yang mana juga bisa membuat karyawan ini menjadi tidak betah ujung-ujungnya.

Kontrol yang baik juga tidak melulu dengan kecemasan dan emosi, nanti jadinya malah membuat situasi under pressured bagi satu sama lain. 

Daripada dengan cara yang menarik urat, lebih baik tetapkan strategi yang jitu. Buatlah member kita menjadi tertantang dan berkembang, bukannya terkungkung dengan rutinitas dan tekanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun