"Nah, sekarang mari kita beri nama untuk partai kita."
"Bagaimana kalau Partai Dhemit..." tanya Thuyul.
"Menurut saya, mari kita gunakan istilah yang lebih bisa diterima semuanya. Kata Dhemit berkonotasi kedaerahan, yaitu Jawa. Kita menginginkan satu partai yang mampu merangkul semua penghuni alam ghaib dalam skala nasional."
"Bagaimana kalau Partai Setan, atau Partai Kepentingan Setan. Ah jangan, Partai Setan saja. Sederhana dan tu de poiin."
Kembali usul Gendo disambut hiruk pikuk para peserta rapat.
"Untuk langkah ke depan, kita putuskan saja gerakan-gerakan taktis berikut ini. Dek Thuyul, segera hinggapi semua mesin ATM se-antero Ibu Kota. Tarik sebanyak cash yang engkau bisa. Kita butuh dana segar untuk membayar para ahli hukum bangsa manusia."
"Siap komandan Gendo."
"Dan kau, pochong. Jangan tampakkan dirimu terlalu kentara. Tetapi, perhaluslah kehadiranmu bukan demi menakut-nakuti bangsa manusia tetapi pecah belahlah mereka. Buat kabur daya nalar mereka, sehingga relasi surga-dunia kelihatan begitu mekanis dan dengan demikian manusia bisa dipermainkan."
"Laksanakan komandan Gendo," sahut Pochong.
"Paling tidak, itu dulu yang bisa kita buat begitu partai kita berdiri nanti. Sekarang, mari kita susun kepengurusannya. Sebagai ketua, saya rasa tiada calon lain selain saya sendiri.... sepakat....!"Â
Begitulah alur yang dapat ditarik dari notulen sidang para setan di malam-malam yang hening.