Dalam beberapa artikelnya, mas Wisnu cenderung tidak mendukung Ahok dalam Pilkada DKI ini. Ambil satu contoh: artikelnya tiga hari yang lalu, yang berjudul  Ahok benar, Jakarta tidak ada bandingannya. Dalam artikel itu, sang Pemred Kompas.com membandingkan Ahok yang ke mana-mana diikuti banyak wartawan dan Risma yang lebih senyap dan bersahaja dalam gerak-geriknya.Â
Bandingkan opini sang Pemred dengan pendapat mas Editor, Heru, yang bersikap lebih positif terhadap Ahok, sebagaimana dapat dibaca dalam artikel ini Anomali itu bernama Ahok. Â Di sana, mas Heru menggarisbawahi Ahok sebagai politisi yang tidak umum. Sikap ceplas-ceplos dan ketegasannya kerap diartikan sebagai ketidaksopanan (beringas kata Amien Rais). Tetapi, tulisnya, warga Jakarta punya intuisi untuk memilih yang terbaik sebagai pemimpinnya.
Bandingkan juga perbedaan keduanya dalam memaknai gejala politik baru yang bernama Teman Ahok. Sementara mas Wisnu secara samar-samar menafsirkan Teman Ahok sebagai kendaraan politik bagi Ahok yang sebangun dan sejenis dengan partai-partai politik (Teman Ahok dan "Teman Ahok"), mas Heru mencoba memaknainya secara berbeda, yaitu sebagai eksperimen demokrasi (Ahok, eksperimen demokrasi).
Nah, jadi, Rayakan Perbedaan bukan sekedar pemanis bagi Kompas.com. Ia sungguh-sungguh memberi arah lewat contoh nyata tentang keindonesiaan. Yang paling diuntungkan dengan perbedaan opini ini tidak lain dan tidak bukan adalah sidang pembaca sendiri. Kita ditawarkan butir-butir gagasan yang berbeda yang disampaikan secara santun.Â
Jadi, semangat Kompas.com yang tidak lain dan tidak bukan "senior" kandung dari Kompasiana.com sepatutnya mengalir di forum Kompasiana juga. Saling ejek dan humor segar di bawah setiap artikel bukan saja tidak bisa dihindari tetapi kerap kali menarik dan menciptakan tawa tersendiri. Yang hendaknya ditolak adalah opini dan penyampaian informasi yang cenderung membunuh karakter seseorang dengan mengaitkannya pada isu SARA.
Maka, mari jadikan Perbedaan sebagai Perayaan.
Ville de Lumière, 25 Agustus 2016, ketika kantuk tiada datang dan gagasan minta dituangkan dalam kata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H