Mohon tunggu...
Severus Trianto
Severus Trianto Mohon Tunggu... Dosen - Mari membaca agar kita dapat menafsirkan dunia (W. Tukhul)

mengembalikan kata pada dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Konspirasi Kumis di Seputar Jokowi

17 Februari 2015   16:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:02 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prahara Polri versus KPK menciptakan sejenis kemacetan intelektual dalam hidup saya pribadi. Gara-gara prahara ini, tidak ada lagi minat untuk membaca ulasan lain di surat kabar Kompas selain ulasan Hukum dan Politik yang berkaitan dengan masalah korupsi. Hilang sudah nafsu untuk mengisi TTS, lenyap seketika hasrat untuk membaca Cerpen mingguan dan terpuruk naluri bahasa untuk bercengkerama dengan kata-kata pada kolom Puisi.

Sambil mengerutu menyesali keadaan ini, tanpa disadari mata ini mengamati wajah para tokoh kunci yang terlibat dalam lakon cicak versus buaya jilid III. Seperti Archimedes, spontan hati ini berseru, "Eureka!" Mengapa? Karena akhirnya saya menemukan satu simpul yang mungkin dapat dijadikan titik awal penguraian rumitnya situasi perpolitikan tanah air. Semuanya gara-gara kumis!

Kalau dipikir-pikir, karir politik Presiden Republik Indonesia ke 7 ini tidak pernah jauh dari kumis. Seperti sudah kita ketahui, anak tangga pertama yang dilalui Jokowi dalam sepak terjang perpolitikannya adalah menjadi walikota Solo, sepuluh tahun yang lalu. Ketokohan Jokowi baik sebagai kader PDI-P maupun Walikota Solo, tidak dapat dilepaskan dari seorang Hadi Rudyatmo, Ketua Pengurus Cabang PDI-P Solo yang kemudian menjadi wakil Jokowi di kota itu. Pria berkumis jablang inilah yang memperkenalkan Jokowi pada politik, yang mengajaknya "blusukan" baik untuk bertemu para tokoh senior partai maupun para konstituen. Dapat dikatakan, pria bernama lengkap FX Hadi Rudyatmo inilah yang "memungut" Jokowi dari dunia permebelan ke dunia perpolitikan. Tanpa "Si Kumis" dari Solo ini, Jokowi selamanya akan sibuk malang melintang di perkayuan. Dapat dikira-kira, Jokowi punya rasa hutang budi pada sosok Hadi ini. Dan yang paling menampar ingatan dari figur Walikota Solo aktual ini tidak lain dan tidak bukan adalah kumisnya.

[caption id="attachment_351546" align="aligncenter" width="483" caption="sumber: Wikipedia.com"][/caption]

Kumis kedua yang lekat dengan karir politik Jokowi adalah Fauzi Bowo, rivalnya dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Masih terngiang panasnya persaingan kedua kubu saat itu, khususnya memasuki putaran kedua, yang hanya menyisakan dua kandidat. Setiap calon pun meluncurkan simbolnya masing-masing yang lekat dengan identitas mereka: Jokowi dengan baju kotak-kotak dan Fauzi Bowo dengan...kumis. Mengapa kumis? Apakah semata karena Fauzi Bowo kebetulan berkumis? Dapat diterka, ada permainan psikologis di sini. Kubu Fauzi Bowo ingin menyerang sisi 'inferioritas' Jokowi di dunia politik. Simbol kumis seolah ingin mengatakan kepada Jokowi waktu itu bahwa dirinya hanyalah seorang "anak kemarin sore" dalam dunia perpolitikan. Bukankah Jokowi tidak dibesarkan dalam ribaan politik sedari dini? Bukankah wajah pertama yang dilihatnya ketika lahir ke dalam dunia politik adalah sosok berkumis dalam diri FX Hadi Rudyatmo? Sisi "Id" atau kanak-kanak Jokowi hendak dimunculkan untuk kemudian ditundukkan oleh sisi "Super-ego" yang ditampilkan dalam simbol kumis. Kumis tampil sebagai figur "orang tua asuh" Jokowi dalam dunia politik. Dan dalam Pilkada DKI Jakarta terakhir, simbol kumis dimodifikasi untuk menjinakkan Jokowi. Taktik itu, untungnya, berantakan.

[caption id="attachment_351547" align="aligncenter" width="383" caption="sumber:Wikipedia.com"]

14241394701295440201
14241394701295440201
[/caption]

Kumis ketiga yang menemani langkah Jokowi di panggung politik Indonesia adalah Jusuf Kalla. Setelah beberapa bulan berkolaborasi begitu mesra dengan Wagub DKI Jakarta yang tak berkumis, Jokowi memerlukan tandem tangguh dan mumpuni untuk dapat menjadi seorang presiden RI. Kehadiran Jusuf Kalla, pria berkumis ketiga dalam kehidupan politik Jokowi, memberi kontribusi yang kuat. Dalam debat Pilpres kali lalu, misalnya, kelugasan dan ketegasan Jusuf Kalla dalam menyanggah lontaran Hatta Rajasa, menjadi salah satu point penting untuk meraup suara. Bagaimana dan apa saja peran pria berkumis asal Makassar ini dalam sepak terjang Jokowi sebagai Presiden memang masih belum begitu nampak. Apakah Jokowi berkembang menjadi dirinya sendiri di sisi Jusuf Kalla? Ataukah Jokowi tetap merasa sebagai "New Kid on The Block" dalam belantara politik, khususnya ketika berdampingan dengan sosok berkumis ini?

[caption id="attachment_351548" align="aligncenter" width="378" caption="sumber: Solopos.com"]

14241395891303488406
14241395891303488406
[/caption]

Dan kumis terakhir yang malang melintang di tengah kesibukan sang Presiden adalah sosok Komjen Budi Gunawan. Kumis yang satu ini begitu kuat mencengkeram pribadi Jokowi hingga beliau sendiri kesulitan mengambil sikap: melantik atau tidak. Dapat diduga, Ibu Ketua PDI-P, Megawati, belajar dari Fauzi Bowo, untuk menaklukan sisi kanak-kanak Jokowi dalam dunia perpolitikan dengan menyodorkan seorang CaKapolri yang berkumis. Cukup dari kumis Budi Gunawan, orang dapat menafsirkan betapa tergantungnya Jokowi pada Megawati dan pada para senior partai berlambang banteng. Kalau Ibu Megawati tidak dapat memelihara kumis sendiri dan karena itu menyodorkan orang lain yang berkumis, Hendropriyono justru 'mengumiskan' dirinya sendiri. Kebetulan? Tidak ada yang kebetulan dari tindak-tanduk seorang intelijen.

[caption id="attachment_351549" align="aligncenter" width="470" caption="Sumber:Kompas.com"]

14241397022065875817
14241397022065875817
[/caption]

[caption id="attachment_351550" align="aligncenter" width="585" caption="Sumber: Okezonenews.com"]

1424139797359658128
1424139797359658128
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun