Euphoria kebahagiaan atas kemenangan Timnas U-16 Indonesia di bawah asuhan pelatih Bima Sakti atas Timnas Vietnam pada ajang AFF U-16 2022 memberikan catatan tersendiri.Â
Kemenangan AFF U-16 dapat menjadi oase dan sekaligus prestais bagi timnas Indonesia, dan khususnya timnas U-16 setelah berpuasa selama 5 tahun.Â
Prestasi itu juga merupakan kado ulang tahun Kemerdekaan RI ke-77. Selain gelar juara, juga menempatkan kapten Timnas U-16 Indonesia, Iqbal Gwijangge menjadi pemain terbaik pada laga tersebut.
Terakhir Timnas U-16 mengangkat tropi AFF U-16 pada tahun 2018 melalui tangan dingin pelatih Fakhri Husaini yang telah memformat si kembar Bagas dan Bagus Kahfi dan kawan-kawan di stadion Gelora Delta Sidoarjo.Â
Indonesia berhasil menumbangkan Thailand sekaligus mempersembahkan gelar juara pertama AFF U16 pada 11 Agutus 2018.Â
Di partai final, Indonesia bermain imbang 1-1, sehingga pertandingan harus dilanjutkan dengan drama adu penalti. Empat penendang penalti Indonesia, Sutan Zico, Bagus Kahfi, Rendy Juliansyah, dan David Maulana berhasil menjalankan tugasnya dengan baik.Â
Selain meraih gelar juara, penyerang Indonesia, Bagus Kahfi menjadi top skor dalam turnamen tersebut dengan koleksi 12 gol dari tujuh laga.
Iqbal Gwijangge, dan kawan-kawan, mencatatkan tinta emas sebagai juara AFF U-16 tahun 2022 setelah menaklukkan timnas U-16 Vietnam dengan gol semata wayang 1-0 melalui kaki dingin Kafiatur Rizky sebagai pencetak gol tunggal di Final AFF 2022 tersebut.Â
AFF U-16 tahun 2022 dihelat di stadion Maguwoharjo, Sleman-Yogyakarta, pada Jum'at 12 Agustus 2022 pukul 19.00 WIB. Timnas U-19 berhasil menjadi juara AFF U-16 tahun 2022 setelah mengalahkan lawan-lawannya yaitu Timnas Philipina (2-0),Â
dan Timnas Singapura (9-0), pada fase penyisihan, Timnas Vietnam 2-1 pada perempatfinal, Timnas Myanmar 1-1 (5-4 adu pinalti) pada semifinal, dan Timnas Vietnam 1-0 pada grandfinal.
Memang belumlah cukup kita berbangga dengan kemenangan sebagai juara AFF U-16 2022 tersebut. Karena masih ada "PR besar", yaitu bagaimana "para pahlawan muda" ini tetap eksis ketika mereka berada pada level selanjutnya yaitu U-19, U-23, terlebih saat menjadi timnas senior.Â
Hal demikian cukup dipahami, bagaimana timnas yunior ini mampu menghipnotis dunia dengan prestasi-prestasi mengejutnya dan membanggakan sebagai juara internasional, tetapi setelah mereka semakin dewasa prestasi itu justru semakin surut dan mengendor, bahkan pupus.Â
Sebut saja bagaimana U-16 era Bagas-Bagus Kahfi, dkk., mereka mampu memberikan surprise menjadi juara AFF U-16 tahun 2018, tetapi seiring perjalanan waktu prestasi itu justru semakin surut, dan pada akhirnya hilang.Â
Apa sebenarnya dengan mereka? Berikut Surat Cinta untuk PSSI yang patut menjadi renungan dalam membangun Timnas Sepak Bola Indonesia.
Pertama, membangun solidaritas dan soliditas tim sejak dini. PSSI seharusnya tetap membangun soliditas dan solidaritas timnas sejak dini, artinya timnas yang sudah solid sejak usia awal. Sebut aja U-12, U=14, dan U-16 tetap dijaga kekompakan mereka secara baik. Mereka jangan dipisah-pisahkan saat mereka harus kembali menjadi timnas pada usia selanjutnya (U-19 atau U-23, bahkan timnas senior).Â
Misalnya, ketika personil Timnas U-16 yang saat ini telah meraih juara AFF U-16 2022, meskipun mereka akan kembali dan memperkuat klub masing-masing setelahnya, tetapi saat timnas pada usia di atasnya dibentuk (dari U-16 ke U-19) mereka seharusnya dikumpulkan lagi.Â
Bukan bongkar-pasang personil lain. Seandainya toh perlu ada pemain baru yang memiliki talenta lebih, ia tinggal di-add-kan saja pada tim tersebut. Bukan membentuk tim baru dengan personel baru. Mengapa demikian, karena timnas yang sudah pernah menjadi juara -- personilnya tentu anak-anak yang terpilih dan mereka sudah terjalin chamestry satu dengan yang lain dalam membangun soliditas dan solidaritas.Â
Sehingga seandainya mereka harus terkumpul dengan personil baru, akan kembali penyesuain, dan hal ini tetunya perlu waktu yang tidak sebentar, bahkan tidak menutup kemungkinan sulit terbentuk kekompakkan.
Kedua, menjaga performa. Penulis terkadang bertanya mengapa para pemain luar negeri tetap mampu berprestasi meski usia mereka tidak lagi terbilang muda (usia 40-an). Tetapi pemain-pemain kita, hanya cukup mampu eksis rerata pada usia kisaran 30-an.Â
Hal demikianm tentunya tidak lepas dari bagiamana mereka mampu menjaga performa (stamina). Misalnya Cristiano Ronaldo striker asal Portugal masih tetap eksis di usia 35 tahun, bahkan di usia tersebut ia masih mampu menunjukkan ketajamannya bersama Juventus.Â
Begitupun dengan Fabio Quagliarella sudah berusia 37 tahun. Meski begitu, performa mantan pemain Torino itu masih menjanjikan bersama Sampdoria. Pemain lainnya adalah Roberto Soldado (35 tahun), Rodrigo Palacio (38 tahun), dan Zlatan Ibrahimovic (39 tahun).Â
Ibrahimovic meski sudah menginjak usia 39 tahun, masih tetap produktif mencetak berbagai gol bersama Rossoneri. Setidaknya ada tiga hal yang menjadikan para pemain sepak bola tersebut masih tetap eksis meski sudah beruisia gaek, yaitu:Â
(1) menjaga pola makan dengan pola gizi seimbang dan mengurangi asupan GGL (Gula, Garam, dan Lemak); (2) mengatur jam tidur atau waktu beristirahat; (3) membiasakan diri berolahraga ringan dengan melakukan jalan kaki rutin minimal selama 15-30 menit per hari; (4) mengelola stres dengan mengenali trigger yang kerap memicu stres pada diri kita.
Ketiga, menumbuhkembangkan jiwa mental juara. Menjaga performa timnas agar tetap survive, sangatlah penting tetapi membangun dan menumbuhkembangkan jiwa mental juara jauh lebih penting. Karena performa yang baikpun tanpa disertai tumbuhnya mental juara akan memudarkan harapan yang telah dibangun.Â
Apa kurangnya performa timnas senior Indonesia. Mereka tidaklah kalah dengan performa tim-tim di kawasan Asia Tenggara dan bahkan di Asia pun. Tetapi ketika mereka kemasukan satu gol saja, semangat juang mereka mulai kendor -- bahkan seperti tidak ada harapan lagi. Hal ini berbeda dengan timnas yunior (U-12, U-16), meski mereka kalah duluan tetapi semangat juang mereka tidaklah kendor.Â
Mereka tetap mengejar bola di manapun kondisinya. Mental juara mereka benar-benar telah membuat semangat pantang menyerah. Hal demikian yang harus dibangun oleh para pelatih dan pendamping. Mungkin ini pula yang dicoba oleh sang Bima Sakti dalam membangun karakter Timnas U-16 saat ini.
Keempat, jaminan masa depan. Saat ini olah raga prestasi belum mampu menjadikan para atlit yang berprestasi memperoleh jaminan masa depan. Artinya, tidak sedikit para atlit yang telah membela bangsa dan negara ini pada event-event dunia, tetapi mereka harus terlunta-lunta di usia tuanya.Â
Sungguh ironis. Oleh sebab itu para pimpinan PSSI, dan juga induk olah raga prestasi nasional lainnya serta pemerintah harus mencari cara bagaimana mereka mampu memberikan jaminan masa depan bagi para atit yang berprestasi tersebut. Pemerintah tentunya harus dapat mendekati lembaga swasta, agar mereka turut serta memberikan jaminan masa depan bagi para atlit.Â
Seperti pemerintah beasiswa pendidikan, dan/atau reward yang sekirnya dapat dimanfaatkan oleh para atlit untuk mengembangkan usaha setelah mereka tidak lagi produktif. Dan kepada para atlit pun harus memiliki manajemen diri, dengan mengoptimalkan potensi dan berbagai apa yang diperoleh sebagai reward untuk dijadikan modal masa depan.
Berikut adalah deretan para atlit nasional yang memberikan inspirasi hidup. Mereka telah menyiapkan masa depan setelah purna dari dunia olah raga. Bahkan ada yang sudah mempersipakan diri sebelum pensiun.Â
Pertama, Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti, peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 saat ini mereka mengembangkan Astec, yaitu jenama olahraga buatan mereka sendiri. Produknya menjadi kualitas ekspor ke luar negeri seperti Hongkong, Thailand, Singapura, dan Amerika Serikat.Â
Kedua, Chris John mantan jura tinju dunia menekuni dunia usaha di bidang asuransi bersama sang istri sebagai motivator. Ketiga, Lindswell Kwok dan Achmad Hulaefi pasangan emas kejuaraan dunia cabang wushu kini menekuni bisnis di bidang fashion setelah pensiun dari wushu.Â
Bisnis pakaian mereka bernama Macho Clothing yang dijalankan Hulaefi dan Kianne Official yang dimiliki Lindswell Kwok. Keempat, Marcus Fernaldi Gideon personil "the minions Merah Putih di ajang bulu tangkis".Â
Meski ia masih aktif di gelanggang, sudah mempersiapkan masa pensiun dengan membuka bisnis yaitu membangun arena bulu tangkis terintegrasi bernama Gideon Badminton Hall yang bertempat di Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.
 Marcus pun merambah bisnisnya pula dengan mendirikan Gideon Badminton Academy. Kelima, Ade Ray atau Gusti Agung Kusuma Yudha Rai menekuni banyak usaha setelah pensiun dari dunia binaraga. Selain membintangi sejumlah iklan dan program televisi, Ade Rai juga menjual produk suplemen, membuka gym, serta mendirikan institusi program pelatihan sertifikasi untuk para professional di bidang fitness.Â
Ade Rai mendirikan Rai Institute yang fokus pada kurikulum pola makanan sehat, dan personal trainer untuk meningkatkan kompetensi para profesional yang menjadi peserta didiknya.
Sudah waktunya, olah raga prestasi di Indonesia perlu mendapatkan apresiasi nyata baik dari pemerintah maupun pihak swasta-nasional. Terlebih pada cabang olah raga sepak bola yang menjadi idola bangsa Indonesia.
 Melalui Surat Cinta ini semoga PSSI mulia berbenah, memikirkan lembaga (organisasi) sekaligus juga memikirkan bagaimana dunia Sepak Bola Nasional ini mampu berprestasi di tingkat Internasional pada semua jenjang, karena sebetulnya kita memiliki potensi -- tinggal bagaimana potensi ini dapat dioptimalisasi. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H