Bahan makan itu dibagi-bagikan kepada rakyat yang sangat membutuhkannya. Tentu saja rakyat yang tak tahu apa-apa itu menjadi kaget bercampur girang menerima rezeki yang tak diduga-duga. Walau mereka tak pernah tahu siapa gerangan yang memberikan rezeki itu, sebabnya Raden Said melakukannya di malam hari secara sembunyi-sembunyi.
Bukan hanya rakyat yang terkejut atas rezeki yang seakan turun dari langit itu. Penjaga gudang Kadipaten juga merasa kaget, hatinya kebat-kebit, soalnya makin hari barang-barang yang hendak disetorkan ke pusat kerajaan Majapahit itu makin berkurang.
Penjaga gudang ingin mengetahui siapakah pencuri barang hasil bumi di dalam gudang itu. Suatu malam penjaga gudang sengaja sengaja mengintip dari kejauhan, dari balik sebuah rumah, tak jauh dari gudang Kadipaten. Dugaannya benar, ada seseorang membuka pintu gudang, hampir tak berkedip penjaga gudang itu memperhatikan, pencuri itu. Mereka hampir tak percaya, pencuri itu adalah Raden Said, putra junjungannya sendiri. Untuk melaporkannya sendiri kepada Adipati Wilatikta ia tak berani. Khawatir dianggap membuat fitnah. Maka penjaga gudang itu hanya minta dua orang saksi dari sang Adipati untuk memergoki pencuri yang mengambil hasil bumi rakyat yang tersimpan di gudang.
Raden Said tak pernah menyangka bahwa malam itu perbuatannya bakal ketahuan. Ketika ia hendak keluar dari gudang sambil membawa bahan-bahan makanan, tiga orang prajurit Kadipaten menangkapnya beserta barang bukti yang dibawanya. Raden Said dibawa kehadapan ayahnya.
"Sungguh memalukan sekali perbuatanmu itu!" hardik Adipati Wilatikta.
"Kurang apakah aku ini, benarkah aku tak menjamin kehidupanmu di istana Kadipaten ini? Apakah aku pernah melarangnya untuk makan sekenyang-kenyangnya di Istana ini? Atau aku tidak pernah memberimu pakaian? Mengapa kau lakukan perbuatan tecela itu?" Raden Said diam seribu bahasa.
"Biarlah orang tak pernah tahu untuk apa barang-barang yang tersimpan di gudang Kadipaten itu kuambil. Biarlah ayahku tak pernah tahu kepada siapa barang-barang itu kuberikan," bisik hatinya.
Adipati Wilatikta semakin marah melihat sikap anaknya itu. Raden Said tidak menjawabnya untuk apakah dia mencuri barang-barang hasil bumi yang hendak disetorkan ke Majapahit itu. Tapi untuk itu Raden Said harus mendapat hukuman, karena kejahatan mencuri itu baru pertama kali dilakukannya maka dia hanya mendapat hukuman cambuk dua ratus kali pada tangannya. Kemudian disekap selama beberapa hari, tak boleh keluar rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H