H. Lawrens Rasyid dalam bukunya berjudul "Kisah dan Ajaran Wali Sanga" menceritakan, suatu hari Raden Said menghadap ayahandanya.
"Rama Adipati, rakyat tahun ini sudah semakin sengsara karena panen banyak yang gagal," kata Raden Said.
"Mengapa pundak mereka masih harus dibebani dengan pajak yang mencekik leher mereka. Apakah hati nurani Rama tidak merasa kasihan atas penderitaan mereka?" Adipati Wilatikta menatap tajam ke arah putranya. Sesaat kemudian dia menghela nafas panjang dan kemudian mengeluarkan suara,
"Said anakku ..... saat ini pemerintah pusat Majapahit sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk melangsungkan roda pemerintahan. Aku ini hanyalah seorang bawahan sang Prabu, apa dayaku menolak tugas yang dibebankan kepadaku. Bukan hanya Kadipaten Tuban yang diwajibkan membayar upeti lebih banyak dari tahun-tahun yang lalu. Kadipaten lainnya juga mendapat tugas serupa."
"Tapi ...... mengapa harus rakyat yang jadi korban," sahut Raden Said protes. Hanya saja, Raden Said tak meneruskan ucapannya, karena melihat wajah sang ayah berubah menjadi merah padam, pertanda sedang tersinggung atau naik pitam.
Baru kali ini Raden Said membuat ayahnya marah. Hal yang selama hidup tak pernah dilakukannya. Raden Said tahu diri. Sambil bersungut-sungut dia merunduk dan mengundurkan diri dari hadapan ayahnya yang sedang marah.
Raden Said tak perlu melanjutkan pertanyaan, sebab dia sudah dapat menjawabnya sendiri. Majapahit sedang membutuhkan dana besar untuk meredam kekacauan akibat perang saudara.
Walau Raden Said putra seorang bangsawan dia lebih menyukai kehidupan yang bebas, yang tidak terikat oleh adat istiadat kebangsawanan. Dia gemar bergaul dengan rakyat jelata atau dengan segala lapisan masyarakat, dari yang paling bawah hingga yang paling atas.
Justru karena pergaulannya yang supel itulah dia banyak mengetahui seluk beluk kehidupan rakyat Tuban. Niat untuk mengurangi penderitaan rakyat sudah disampaikan kepada ayahnya. Tapi agaknya sang ayah tak bisa berbuat banyak. Dia cukup memahaminya pula posisi ayahnya sebagai adipati bawahan Majapahit. Tapi niat itu tak pernah padam.
Mencuri di GudangÂ
Jika malam-malam sebelumnya dia sering berada di dalam kamarnya sembari mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, maka dia mulai sering keluar rumah. Di saat penjaga gudang Kadipaten tertidur lelap, Raden Said mengambil sebagian hasil bumi yang ditarik dari rakyat untuk disetorkan ke Majapahit.