Saya merasakan sendiri, cara belajar kontekstual akan lebih mudah diterima oleh manusia, baik oleh orang dewasa apalagi anak-anak. Itu mengapa gaya bercerita menjadi lebih efektif untuk anak-anak. Dalam bercerita, mau tidak mau kita harus memberikan konteks dalam setiap 'materi utama' yang sedang ingin kita jelaskan.
Dan kepada anak saya, cara ini lebih mudah membuat mereka paham tanpa perlu mengingat-ingat karena (yang saya pelajari) jalinan hubungan cerita yang mewujud aliran listrik neuron di otaknya terkoneksi dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
Itulah mengapa saya mengusahakan diri memberikan penjelasan yang dihubungkan dengan ilmu sebelumnya yang mereka telah pahami. Ini mengantisipasi pemahaman baru yang masuk tidak berdiri sendiri dan akhirnya jadi mudah terlupa.
Tapi apa mau dikata, Ramadan tahun lalu praktis kami semua hanya menjalaninya di rumah. Segala ibadah yang biasanya dilaksanakan saat Ramadan, kami jalankan saja di rumah 'seadanya' dengan kondisi masa pandemi yang saat itu membuat semua orang ekstra waspada, apalagi bagi orang tua yang memiliki anak kecil.
Maka praktik pembelajaran kontekstual terkait Ramadhan tidak efektif terlaksana tahun lalu.
Belajar dari kondisi tersebut, dan ternyata pandemi masih berlangsung hingga Ramadan kali ini maka siasat dan taktik tertentu perlu dipikirkan ulang agar momentum Ramadan tahun ini tidak terulang seperti tahun lalu.
Syukurnya kondisi di tempat saya terkait infeksi COVID-19 sudah semakin menurun. Saya sendiri sudah melaksanakan suntik vaksin dua kali. Masyarakat di sekitar juga semakin terbiasa dengan kebiasaan baru seperti menjaga jarak, memakai masker, dan sering mencuci tangan. Dan masjid di dekat rumah pun sudah memutuskan untuk melaksanakan salat tarawih berjamaah.
Agaknya, tahun ini saya harus mulai berani mengajak anak untuk pergi ke masjid menyaksikan 'gegap gempita' Ramadan agar benaknya terangsang untuk menyaksikan dan bertanya hal yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya. Artinya saya harus menyiapkan juga jawaban atas pertanyaan apapun yang mereka ajukan nantinya.
Seperti biasa, awalnya saya akan secara demonstratif melakukan persiapan ibadah-ibadah khas Ramadan di hadapan anak-anak. Biasanya mereka akan penasaran dan meminta untuk ikut serta juga.
Jika keinginan itu muncul, saya akan mengajak mereka pergi ke masjid dengan tetap memberikan peringatan dan pengawasan terkait protokol kesehatan seperti menggunakan masker dan memilihkan tempat yang tidak terlalu banyak bersentuhan dengan jamaah lain.
Anak akan merasakan nuansa kolosal salat berjamaah saat tarawih. Dari sini mereka akan dikenalkan dan dibiasakan bahwa semua orang muslim memang melakukan salat. Dan itu seru!