Akal berasal dari kata bahasa Arab, al-‘aql yang secara singkat memiliki makna kemampuan untuk memahami dan mempertimbangkan.Â
Secara sederhana, akal yang baik adalah kemampuan untuk menggunakan pikirannya dalam berlogika sehingga memiliki kemampuan membedakan yang mana buah apel dan yang mana buah jeruk, yang mana simbol huruf A dan mana simbol angka 8.
Tingkat kemampuan berakal selanjutnya adalah merangkai, membandingkan, membayangkan yang abstrak hingga sampai berimajinasi.
Anak lahir di dunia sudah dibekali otak. Tuhan juga yang berkehendak memberikan fungsi otak sebagaimana kita ketahui bersama. Maka tugas manusia pemilik otak itulah memfungsikan karunia otak dengan segala macam potensi yang melekat di dalamnya.
Latihan awalnya adalah dengan berbahasa. Dari berbahasa, anak mulai belajar membedakan setiap entitas yang dia temui secara kasat mata di dunia dan 'kesepakatan sosial' atribut nama yang melekat di benda tersebut. Saat atribut-atribut itu kemudian dirangkai, yang awalnya hanyalah 'sepeda', kemudian menjadi 'sepeda merah'.
Pengenalah berbahasa yang awalnya hanya kasat mata, akan terus berkembang untuk mengenal dan memahami hal-hal yang tak kasat mata, seperti kebaikan, manfaat, dan keburukan.
Maka, tingkat lanjutan perkembangan akalnya akan bisa merangkai:
'sepeda merah hanyalah sepeda merah, dia bisa berfungsi menjadi manfaat saat dipakai untuk suatu kebaikan, dan menjadi mudharat jika digunakan untuk keburukan. Kebaikan yang paling utama adalah kebaikan yang berimbas juga pada kebaikan orang lain. Itu yang dinamakan dengan sebaik-baik menjadi manusia adalah yang paling banyak manfaatnya.'
Untuk sampai level ini, anak akan mengalami jatuh, salah, membandingkan, meniru, meragukan, hingga akhirnya sampai pada thesis yang dia yakini. Termasuk kesadaran bahwa mungkin saja keyakinan tersebut akan dia koreksi jika menemukan antithesis yang baru di kemudian hari.
Jika harus dikonkretkan menjadi 'kurikulum' yang biasa dipahami oleh sekolah-sekolah yang ada sekarang, mungkin namanya adalah: berbahasa dan berlogika
Rasa
Bahannya sama-sama kuas, cat, dan kanvas namun saat tertuang menjadi lukisan pemandangan yang indah, perasaan kita menjadi sejuk. Berkebalikan jika menjadi gambaran seram yang menjadikan muncul rasa ketakutan.