Mohon tunggu...
Trian Ferianto
Trian Ferianto Mohon Tunggu... Auditor - Blogger

Menulis untuk Bahagia. Penikmat buku, kopi, dan kehidupan. Senang hidup nomaden: saat ini sudah tinggal di 7 kota, merapah di 5 negara. Biasanya lari dan bersepeda. Running my blog at pinterim.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengenal dan Menakar Partai Gelora: Jadi PKS-Perjuangan?

30 Juli 2019   13:10 Diperbarui: 30 Juli 2019   13:24 2729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat 21 Juli kemarin, postingan pertama Instagram @partai_gelora menandai mulainya riuh rendah calon partai baru bernama Partai Gelombang Rakyat yang kemudian disingkat Partai Gelora.

0 Advanced issues found▲

 

Jika melihat sekilas isi postingan IG tersebut, dengan mudah disimpulkan bahwa ini adalah calon Partai besutan duo eks-PKS yang selama ini mengkampanyekan organisasi masyarakat bernama Garbi (Gerakan Arah Baru Indonesia): Fahri Hamzah dan Anis Matta.

Apa dan bagaimana sebenarnya Partai Garbi? Belum banyak informasi valid yang beredar. Akun facebook yang dibuat pada tanggal yang sama dengan postingan di IG pun belum memuat informasi signifikan. Juga tidak ada website resmi yang bisa dirujuk. Namun berdasarkan pengakuan Fahri Hamzah, yang dikutip dari CNN, membenarkan bahwa Partai Gelora adalah aspirasi dari simpatisan Garbi yang selama ini menaunginya, meskipun hingga kini, Partai Gelora belum menjadi keputusan resmi para pengurus teras Ormas Garbi.

Sebulan sebelumnya, sinyal pembentukan partai baru yang akan menjadi kendaraan politik ormas Garbi, telah disuarakan oleh Hamy Wahjunianto, mantan Ketua DPW PKS Jatim. Seperti dikutip dari tribunnews, Hamy menjelaskan bahwa ormas Garbi akan segera mendeklarasikan partai sebagai wadah aspirasi di jalur politik. Sedangkan ormas Garbi akan tetap berada di jalur gerakan kemasyarakatan.

Partai yang akan dilahirkan dari ormas Garbi ini menggabungkan konsep ideologi nasionalis relijius yang kemudian dijadikan akronim INDEKS, gabungan dari Islam, Nasionalis, Demokratis, dan Kesejahteraan.

Melihat sepak terjang yang dilakukan Fahri Hamzah dan Anis Matta selama ini, berikut terkait dengan konflik yang dialami dengan PKS, maka sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa Partai Gelora akan membawa narasi dan cara yang selama ini dipakai Anis Matta saat di PKS, termasuk ceruk suara yang diperebutkan. Meski tentu akan ada penyesuaian berdasarkan kondisi terkini perpolitikan nasional. Temasuk pelajaran-pelajaran yang pernah didapatkan saat membesarkan PKS.

Selain itu, menyimak acara-acara deklarasi Garbi di beberapa daerah, memang nampaknya partai ini akan menyasar kalangan intelektual, muda, dan perkotaan dengan kemasan yang lebih santai dan tampak lebih terbuka daripada acara-acara yang dihelat PKS.

Tokoh

Tidak bisa dipungkiri, salah satu katalisator cepatnya perkembangan sebuah partai di Indonesia adalah adanya tokoh sentral yang menjadi inspirator dan role model dalam  gerakannya. Hampir semua partai politik yang kini eksis di Indonesia masih menempatkan tokoh utama sebagai daya tariknya. Maka, Partai Gelora memiliki Anis Matta dan Fahri Hamzah.

Anis Matta adalah pendiri sekaligus mantan presiden PKS yang sebelumnya menjadi sekjen sejak partai itu berdiri hingga kemudian diangkat menjadi presiden partai pada periode Februari 2013 -- Agustus 2015. Anis Matta adalah tokoh sentral PKS saat menghadai badai besar yang menimpa partai saat tersangkut kasus impor sapi yang kemudian menjerat Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Dia dianggap berhasil menjaga stabilitas partai bahkan menaikkan tipis perolehan suara PKS di tahun 2014.

Jika mengikuti sepak terjang Anis Matta, dia adalah salah satu tokoh politik dan intelektual yang dapat memformulasikan gagasan-gagasan besar menjadi tampak executable. Melalui 10 karya bukunya yang terbit dalam rentang 2002 hingga 2014 kita dapat melihat narasi apa yang ingin dibangun Anis Matta dalam perpolitikan Indonesia.

Kemudian ada Fahri Hamzah, partner kompak Anis Matta. Jika Anis Matta terkesan kalem saat berhadapan dengan petinggi PKS terkait konflik mereka, maka Fahri Hamzah berperan sebagai meriam yang terbukti berhasil membombardir PKS di pengadilan. Dibuktikan dengan putusan incraht Mahkaman Agung yang menyatakan PKS harus membayar ganti rugi sebesar Rp30 Miliar.

Komentar-komentar bernada menyerang dan intimidatif menjadi salah satu kekuatan, sekaligus kelemahan yang mengakibatkannya memiliki banyak lovers dan haters.

Tokoh lain yang kemungkinan bergabung dengan Partai Gelora antara lain Mahfudz Siddiq, Ahmad Hasan Bashori, dan beberpa mantan tokoh PKS yang sudah aktif di Garbi.

Strategi Meraup Massa

Dalam bukunya Dilema PKS karya Buhanuddin Muhtadi, digambarkan bahwa PKS adalah partai kader yang salah satu jalur utama pengkaderannya adalah perekrutan melalui kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Para alumni kampus yang sudah dididik di jalur kaderisasi bernama liqo' ini kemudian melanjutkan perjuangan dakwahnya di masyarakat yang kemudian dikapitalisasi berupa dukungan suara saat menjelang masa pemilu. Dengan model 'perekrutan' sel-sel kelompok kecil berwajah kajian keislaman inilah yang menjadikan tren suara PKS akan selalu naik terus.

Jumlah kader pemegang kartu anggota boleh saja tidak mengalami kenaikan signifikan, namun simpatisannya bisa berada dimanapun. Sejauh ada kajian kecil bernama liqo', disanalah kantong suara potensial PKS berada dan siap dipetik.

Partai Gelora, yang mayoritas think thanknya adalah mantan panglima di PKS tentu akan mencoba strategi ini. Meski dalam penerapannya akan sangat sulit.

Di kampus misalnya, pertarungan organisasi kader yg beraliran nasionalis maupun agama sudah sangat ketat. 'Organ baru' akan susah untuk ikut serta dalam percaturan politik kampus di tengah semakin apatisnya mahasiswa pada isu-isu hard nasional.

Partai Gelora memang dapat menggunakan ormas Garbinya untuk masuk ke tempat-tempat 'terlarang' bagi partai politik semisal institusi agama, pendidikan, dan pemerintahan, namun geraknya diprediksi sulit ditengah 'warna' partai yang sampai saat ini belum terlalu tampak berbeda dengan yang lain. Apalagi, sesuai dengan pandangan para pengamat, suara pertama yang akan menjadi basis massa Partai Gelora adalah yang setipe dan muntahan dari kader-kader PKS yang membelot.

Strategi ala millennial sudah mulai dicoba yang tampak dari tampilan visual postingan IG-nya. Setidaknya menunjukkan bahwa orang-orang dibelakangnya tidak sejadul Partai Berkarya yang tampilan visualnya selalu kurang sedap dipandang mata.

Namun dilihat dari cara bertutur dan narasi yang hendak disampaikan, masih sangat jauh dari kesan 'mengerti' anak muda. Masih terlalu nampak gagasan-gagasan besar yang pangsa pasarnya sempit dan hanya cocok disampaikan di seminar-seminar, bukan dihadapan sidang netizen budiman.

Jadi AKP-nya Indonesia?

Jika mengikuti sejarah relasi tokoh sentral AKP, Recep Tayyip Erdoan dengan tokoh Hizmet yang disebut-sebut sebagai mantan guru Erdoan, Fethullah Glen, maka Partai Gelora layak disimak perkembangannya apakah sanggup menggerus suara PKS dan kemudian membalik keadaan, sebagaimana Erdoan kemudian mengkategorisasikan Jamaah Fethullah Glen sebagai organisasi terlarang.

Memang masih jauh panggang dari api jika saat ini mengharapkan tokoh Partai Gelora memimpin Indonesia dengan melihat perjalanan Erdogan dengan AKPnya di Turki.

Konstelasi masyarakat Turki kala Erdoan mencapai puncak kepemimpinan negara adalah saat mayoritas masyarakat Turki sudah jengah dengan keadaan sekulerisasi peninggalan Kemal Pasha, dan mulai tumbuhnya ghirah keislaman yang sedikit banyak hasil penyemaian yang dilakukan Fethullah Glen. Hal ini berbeda dengan di Indonesia, di saat kondisi keagamaan sudah lama bersemi subur dan berjalan beriringan dengan pemerintahan. Apalagi dengan adanya dua organisasi keislaman besar: NU dan Muhammadiyah yang umurnya lebih tua dari Republik ini dan berhubungan baik-baik saja dengan sistem pemerintahan yang berjalan.

Cerita AKP di Turki berlaku dan menjadi menarik untuk memprediksi kemampuan Partai Gelora besutan Anis Matta mempreteli 'guru lama'nya yaitu PKS. Meski akan menjadi tantangan berat di tengah sumber daya terbatas Partai Gelora di hadapan PKS yang sudah menjadi organisasi 'matang'. Jika berhasil, maka Partai Gelora layak disebut sebagai 'PKS-Perjuangan'.

Kesimpulan

Di alam demokrasi yang sudah disepakati dijalankan di Indonesia ini, partai-partai baru yang bermunculan menjadi tambahan warna dan semaraknya kondisi perpolitikan. Masyarakat menjadi memiliki wadah baru menyandarkan harapannya yang belum diakomodasi partai-partai yang sudah eksis.

Namun di sisi lain, sudah menjadi rahasia umum bahwa membentuk partai baru yang bisa lolos ke senayan adalah perkara berat. Apalagi jika melihat kondisi Partai Gelora yang tampaknya lebih mengedepankan mengkampanyekan konsep, narasi, dan gagasan besar di setiap acara dan kampanyenya (yang sudah bisa disimak dari aktivitas Garbi yang kemungkinan tidak akan jauh berbeda saat menjadi Partai Gelora). Apalagi belum nampak 'warna' khas yang benar-benar berbeda dari partai yang sudah ada, menjadikan sulit mengambil positioning saat 'memarketing'kan.

Partai-partai baru yang disokong sumber daya besar di belakangnya saja, sangat kesulitan untuk duduk di kursi senayan pusat, apalagi Partai Gelora yang minim tokoh lintas-segmen, dan 'hanya bermodal' Rp30 Milliar 'harta rampasan' Fahri Hamzah yang didapat dari PKS.

Politik memang seperti bola liar, apapun bisa terjadi, namun jika tidak ada langkah strategis yang dipadukan momentum yang pas, tampaknya Partai Gelora akan kesulitan eksis di senayan pada 2024 nanti.

Saya jadi teringat statemen inisiator gerakan #2019GantiPresiden yang juga Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, 

"Bikin partai itu berat, biar kami saja."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun