Anis Matta adalah pendiri sekaligus mantan presiden PKS yang sebelumnya menjadi sekjen sejak partai itu berdiri hingga kemudian diangkat menjadi presiden partai pada periode Februari 2013 -- Agustus 2015. Anis Matta adalah tokoh sentral PKS saat menghadai badai besar yang menimpa partai saat tersangkut kasus impor sapi yang kemudian menjerat Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Dia dianggap berhasil menjaga stabilitas partai bahkan menaikkan tipis perolehan suara PKS di tahun 2014.
Jika mengikuti sepak terjang Anis Matta, dia adalah salah satu tokoh politik dan intelektual yang dapat memformulasikan gagasan-gagasan besar menjadi tampak executable. Melalui 10 karya bukunya yang terbit dalam rentang 2002 hingga 2014 kita dapat melihat narasi apa yang ingin dibangun Anis Matta dalam perpolitikan Indonesia.
Kemudian ada Fahri Hamzah, partner kompak Anis Matta. Jika Anis Matta terkesan kalem saat berhadapan dengan petinggi PKS terkait konflik mereka, maka Fahri Hamzah berperan sebagai meriam yang terbukti berhasil membombardir PKS di pengadilan. Dibuktikan dengan putusan incraht Mahkaman Agung yang menyatakan PKS harus membayar ganti rugi sebesar Rp30 Miliar.
Komentar-komentar bernada menyerang dan intimidatif menjadi salah satu kekuatan, sekaligus kelemahan yang mengakibatkannya memiliki banyak lovers dan haters.
Tokoh lain yang kemungkinan bergabung dengan Partai Gelora antara lain Mahfudz Siddiq, Ahmad Hasan Bashori, dan beberpa mantan tokoh PKS yang sudah aktif di Garbi.
Strategi Meraup Massa
Dalam bukunya Dilema PKS karya Buhanuddin Muhtadi, digambarkan bahwa PKS adalah partai kader yang salah satu jalur utama pengkaderannya adalah perekrutan melalui kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Para alumni kampus yang sudah dididik di jalur kaderisasi bernama liqo' ini kemudian melanjutkan perjuangan dakwahnya di masyarakat yang kemudian dikapitalisasi berupa dukungan suara saat menjelang masa pemilu. Dengan model 'perekrutan' sel-sel kelompok kecil berwajah kajian keislaman inilah yang menjadikan tren suara PKS akan selalu naik terus.
Jumlah kader pemegang kartu anggota boleh saja tidak mengalami kenaikan signifikan, namun simpatisannya bisa berada dimanapun. Sejauh ada kajian kecil bernama liqo', disanalah kantong suara potensial PKS berada dan siap dipetik.
Partai Gelora, yang mayoritas think thanknya adalah mantan panglima di PKS tentu akan mencoba strategi ini. Meski dalam penerapannya akan sangat sulit.
Di kampus misalnya, pertarungan organisasi kader yg beraliran nasionalis maupun agama sudah sangat ketat. 'Organ baru' akan susah untuk ikut serta dalam percaturan politik kampus di tengah semakin apatisnya mahasiswa pada isu-isu hard nasional.
Partai Gelora memang dapat menggunakan ormas Garbinya untuk masuk ke tempat-tempat 'terlarang' bagi partai politik semisal institusi agama, pendidikan, dan pemerintahan, namun geraknya diprediksi sulit ditengah 'warna' partai yang sampai saat ini belum terlalu tampak berbeda dengan yang lain. Apalagi, sesuai dengan pandangan para pengamat, suara pertama yang akan menjadi basis massa Partai Gelora adalah yang setipe dan muntahan dari kader-kader PKS yang membelot.