Mohon tunggu...
Triandi SuryaWiradhika
Triandi SuryaWiradhika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi travelling

Selanjutnya

Tutup

Politik

Millenium Development Goals (MDGs) dalam Mengatasi Kemiskinan di Indonesia

25 Juli 2022   08:00 Diperbarui: 25 Juli 2022   08:07 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Millenium Development Goals (MDGs) Dalam Mengatasi Kemiskinan Di Indonesia.

 

Program MDGs tentunya memberi secercah harapan bagi Indonesia, karena PBB diharapkan mendorong negara-negara maju untuk mengikuti skema mendanai pembangunan negara miskin. Namun masalahnya, akankah mereka melakukan hal tersebut dengan sukarela tanpa memiliki agenda politik tersendiri? 

Selain itu, bagaimana peran dan komitmen pemerintah Indonesia sendiri dalam melaksanakan program MDGs? Jalan keluar atas masalah kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, pada dasarnya merupakan kewajiban ikhtiar dari pemerintah dan seluruh warga masyarakat sendiri untuk menanggulanginya. 

Sangatlah tidak etis kalau kita hanya menadahkan tangan pada negara maju agar mengiur untuk GDP nasional dan mendanai pembangunan nasional, sementara kita sendiri berpangku tangan. Meskipun MDGs sendiri menunjukkan keberpihakan dan kepedulian terhadap masalah kemiskinan dan kesenjangan tersebut.

Dalam perspektif intermestik, dan pandangan umum tentang suatu negara dan bangsa sangat kompleks, dan biasanya memang sudah berakar lama dan melekat. Citra dan pandangan umum dunia terhadap Indonesia belum banyak berubah, sebutan negara terkorup, pelanggar HAM, jam karet, dan "semua bisa diatur" (ketidakpastian aturan dan hukum), dan beberapa cap negatif lainnya menunjukkan bahwa citra buruk Indonesia di mata dunia belum banyak berubah. Mengingat kondisi sosial, politik, keamanan, dan ekonomi negeri ini, upaya yang sulit dan mahal untuk menumbuhkan citra seringkali sia-sia, jauh dari apa yang diiklankan sebagai "citra".

Upaya promosi citra seringkali juga tunduk pada berbagai peringkat dan peringkat yang diterbitkan secara berkala oleh organisasi internasional, seperti Indeks Tingkat Korupsi tahunan yang diterbitkan oleh Transparency International. Kondisi ini tentunya menambah berat beban moral yang harus dipikul negara ini jika hendak menggalang bantuan dan kerjasama untuk mengatasi berbagai kesulitan demi tercapainya tujuan MDGs.

Sejauh ini, banyak yang percaya, tetapi banyak juga yang meragukan efektivitas MDGs dan apakah MDGs akan berhasil dalam jangka panjang: beberapa fakta mengkonfirmasi keraguan tersebut. Seminggu sebelum acara besar di PBB, UNDP menerbitkan Laporan Pembangunan Manusia 2005: Kerjasama Internasional dalam Kompetensi. Laporan tersebut mencatat bahwa, sementara beberapa kemajuan signifikan sedang dibuat untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Milenium di seluruh dunia, banyak negara berada dalam kondisi yang lebih buruk daripada sebelum Tujuan Pembangunan Milenium tercapai.

Sebagai sebuah ide dan rencana, MDGs tidak terlepas dari kritik dan ketidakpercayaan dari berbagai kalangan, dari aktor LSM hingga ekonom dunia, karena menganggap masalah terlalu sederhana tanpa menyentuh atau menilai perubahan struktural kemiskinan. untuk berpikir William Eastly, seorang profesor ekonomi di Universitas New York dan mantan Ekonom Dunia, menulis sebuah artikel di majalah Foreign Policy pada bulan September 2005, berjudul "The Utopian Dream", di mana ia menjelaskan bahwa upaya untuk mengakhiri kekurangan dunia MDGs adalah utopis dan dikritik. Laporan Proyek Milenium ini, yang merekomendasikan serangkaian intervensi pengurangan kemiskinan dengan pendekatan yang lebih kuat terhadap bantuan asing ke negara-negara miskin.

Terlepas dari pro dan kontra dari para ekonom dunia, program MDG kini telah terpenuhi dan juga bergerak menuju tujuan akhir yang akan dirilis pada tahun 2015 silam. Semua negara yang terkena perjanjian tersebut bersaing bersama dalam program-program yang ditargetkan Indonesia. 

Selama bertahun-tahun, berbagai program pemerintah Indonesia telah dibentuk bekerja sama dengan organisasi internasional besar. disosialisasikan Beberapa saluran televisi telah menayangkan berbagai program pemerintah terkait Millenium Development Goals. Namun, ketika ada upaya masyarakat dan pemerintah, apakah implementasi program MDG dengan target pengentasan kemiskinan sudah memadai? Tentu saja, ini membutuhkan analisis dan penemuan lebih lanjut. 

Edukasi dan sosialisasi program MDGs saat ini jauh dari proses, namun masih banyak yang belum memahami maksud, tujuan dan makna program, apalagi ikut serta dalam program tersebut. Masalahnya adalah penyelesaian pengentasan kemiskinan sesuai dengan tujuan MDGs tidak hanya melalui slogan, pembayaran dan bentuk iklan lainnya, tetapi melalui kerja nyata, fungsi nyata dan keterlibatan kuat semua elemen. bangsa yang diperlukan.

Memang, upaya pengentasan kemiskinan akan membutuhkan inisiatif global, dan tidak semua bentuk bantuan akan gagal. Namun upaya penanggulangan kemiskinan tidak akan efektif jika masalah kemiskinan itu sendiri tidak dipahami dengan baik oleh para pengambil kebijakan. Ketika ini terjadi, dana penanggulangan kemiskinan digunakan untuk program penanggulangan kemiskinan, tetapi tidak untuk jumlah penduduk miskin.

Kemiskinan biasanya disebabkan oleh masalah struktural dalam suatu bangsa atau negara, sehingga diperlukan kerja untuk benar-benar mengurangi jumlah orang miskin. “Pengalaman menunjukkan bahwa investasi dan kebijakan paling cerdas hanya akan berhasil jika instrumen di negara berkembang berpartisipasi dalam proses pembangunan MDG dan menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik di negara berkembang,” kata Messner dan Wolf, ekonom Jerman. . 

Untuk itu, pemerintah negara berkembang, termasuk Indonesia, harus dilihat sebagai aktor utama yang bertanggung jawab dalam pencapaian MDGs, dan bukan sebagai fasilitator, apalagi penerima pasif bantuan dan program luar negeri dengan berbagai intervensi. Kondisi seperti itu jelas membutuhkan kontrol segera.

Sejak reformasi digulirkan, masyarakat sipil di negara ini mulai bangkit, menggeliat dari posisi tiarap dan tidurnya selama rezim Orde Baru Kondisi ini mendorong para elit politik memoles perfor mance politiknya agar dapat "diterima" oleh para konstituennya. Namun, seringkali komitmen dan keberpihakan mereka terhadap rakyat (orang miskin), hanya muncul ketika masa kampanye. 

Pada masa ini, semua elit politik dan semua rezim melakukan "tebar pesona", dengan menyatakan perang terhadap kemiskinan dan korupsi yang dianggap sebagai biang kemiskinan. Realisasi dari janji perang ini, tentu saja membutuhkan peran dan komitmen yang sangat kuat dari pemerintah, karena dihadapkan pada berbagai persoalan bangsa, yang tidak hanya menyangkut aspek struktural fungsional, namun juga aspek nilai-budaya dan moral.

Masyarakat lebih dari sebuah sistem, masyarakat adalah sesuatu. lingkungan hidup yang mengandung penghayatan nilai-nilai moral, budaya dan agama. Individu dalam masyarakat adalah makhluk moral dan religius, sehingga mereka memberikan objek dan tindakan mereka tidak hanya pengertian pragmatis-teknis, seperti dalam perspektif objektif-sistemik-strukturalis, tetapi juga pengertian moral, manusiawi, budaya, dll. 

Oleh karena itu, para pembuat undang-undang dan kepala negara harus tidak hanya berkomitmen pada sistem pengelolaan program, tetapi juga pada "landasan moral kemanusiaan" yang membangun solidaritas universal bagi semua warga negara ini dari berbagai agama, suku, dan orientasi.

Secara ekonomi, peran dan keterlibatan pemerintah dalam program MDG harus melibatkan masyarakat miskin dalam kegiatan yang menguntungkan. Mengembangkan kegiatan ekonomi dan kewirausahaan masyarakat miskin memerlukan lembaga pendukung yang menekankan pentingnya keamanan, terutama yang berkaitan dengan kontrak kerja antara pemerintah dan kelas bawah. Dalam hal ini, kewirausahaan sosial ekonomi di masyarakat harus difasilitasi dengan adanya lembaga pendukung.

Faktor struktural yang penting adalah model investasi untuk pemberdayaan masyarakat miskin. tidak hanya didasarkan pada kebijakan ekonomi dan sosial, tetapi juga pada strategi untuk mengembangkan atau memperkuat institusi MDG yang relevan. Antara lain, sejalan dengan aspirasi: anti korupsi, investasi untuk memperkuat dan meningkatkan efisiensi administrasi publik, penegakan supremasi hukum, transparansi dan akuntabilitas dalam bisnis dan politik.

Faktor fungsional yang menentukan pelaksanaan program MDGs adalah model kepemimpinan dan gaya elit politik, pengelola LSM terkait dan pengusaha. Bagaimana semua elemen ini meningkatkan aspek tata kelola mereka yang pro-miskin akan menentukan keberhasilan program. Fungsi penegakan hukum juga sangat penting, Indonesia sering dikritik sebagai negara yang tidak aman untuk investasi karena ketidakpastian hukum dan tuduhan ilegal yang merajalela. 

Perlu dicatat bahwa menurut survei tahun 2005 oleh Transparency International, Indonesia adalah salah satu negara paling korup di dunia, peringkat 132 dengan skor 2,2. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu menghadapi hubungan fungsional antara masyarakat sipil, politik dan ekonomi serta melakukan perubahan paradigma. Jangan saling menyalahkan dan saling meniadakan, tidak saling mendominasi, tetapi saling melengkapi dalam rantai kerjasama yang berkesinambungan dan seimbang.

Faktor teknologi dan komunikatif juga menentukan keberhasilan implementasi MDGs. Masih banyak hal yang berkaitan dengan pengelolaan informasi di negeri ini, yaitu sistem pengelolaan informasi yang kurang akurat dan tidak tertata dengan baik, serta pembaruan data yang buruk, padahal sangat penting dan efektif dalam proses pembuatan kebijakan atau keputusan terkait. -untuk menghasilkan. Hal ini menyebabkan terjadinya kelaparan, flu burung. 

Pusat data lintas departemen seringkali tidak berfungsi sebagai sistem informasi manajemen, tetapi hanya sebagai pusat layanan informasi yang bekerja secara parsial dan reaktif, tidak terintegrasi. Selain itu, penggunaan teknologi informasi untuk memerangi kemiskinan masih terbatas dibandingkan dengan negara lain yang telah memanfaatkannya dengan baik, seperti India.

Sasa Djuarsa Sendjaja, mengemukakan bahwa: "Efektivitas dan efisiensi kinerja ekonomi, politik, Social, dan budaya bangsa Indonesia di masa depan sangat ditentukan oleh kemampuan segenap komponen bangsa untuk mencermati dan menyikapi dengan positif keberadaan informasi dalam semua segi kehidupan bangsa tersebut, baik di level lokal, nasional, regional, maupun global. 

Salah satu tanggapan positif terhadap keberadaan informasi tersebut adalah bagaimana menata suatu sistem informasi secara nasional yang mampu diakses dengan bebas oleh semua warga negara...Dukungan perangkat lunak dan keras (software and hardware) untuk menyebarkan informasi tersebut tentu sangat penting untuk diusahakan keberadaannya. Artinya, sebuah sistem informasi nasional berbasis teknologi multimedia di negara kita ini sekarang sudah merupakan kebutuhan mendesak untuk segera dipenuhi"

Berdasarkan sistem informasi nasional ini, pendidikan dan sosialisasi berbagai program MDGs dapat dilakukan secara simultan dan terpadu. Demikian pula kesadaran pengelolaan diplomasi publik dapat dimiliki oleh seluruh elemen bangsa secara lebih komprehensif dan terintegrasi, dengan informasi yang akurat tentang visi dan misi bangsa tersebut untuk menunjukkan eksistensinya di mata bangsa. di dunia. .

Dengan demikian,  penyelesaian masalah pengentasan kemiskinan dalam MDGs tidak hanya diselesaikan dengan slogan, remunerasi dan bentuk-bentuk humas lainnya, tetapi membutuhkan kerja nyata, fungsi nyata dan partisipasi kuat dari seluruh komponen masyarakat. Negara Kita harus memberi contoh bahwa rakyat sekarang menjadi pusat pemerintahan yang baik, bukan pemerintah. 

Oleh karena itu, peran dan komitmen Indonesia untuk mencapai target MDGs memerlukan intervensi kreatif dari berbagai kalangan termasuk politisi, dunia usaha dan masyarakat. sebaliknya masyarakat sipil. Sistem informasi multimedia nasional juga sangat diperlukan agar pelaksanaan program MDGs dapat dilaksanakan secara kompak dan terpadu oleh seluruh lapisan bangsa melalui proses diplomasi publik, pendidikan dan sosialisasi serta partisipasi aktif lainnya.

Referensi

Adi, Fahrudin. 2014. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung. Refika Aditama.

Arner, Douglas. 2007. Imprediments To Cross Border Investmens In Asian Bonds. Singapore: ISEAS.

Chellaney, Brahma. 2010. Asian Juggernaut : The Rise of China, India, & Japan. New York: Harper Business.

Eisenstein, Charles. 2011. Sacred Economics: Money, Gift, and Society in the Age of Transition. New York: Evolver.

Wibhawa, Budhi dkk. 2015. Pengantar Pekerjaan Sosial.Bandung.Unpad Press.

Yohanna, S.2015.. Transformasi Millenium Development Goals(Mdg's) Menjadi Post 2015 Guna Menjawab Tantangan Pembangunan Global Baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun