Mohon tunggu...
Triana Amalia
Triana Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang wanita yang bersosialisasi dengan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Baju Lorong Anna

6 Mei 2024   13:37 Diperbarui: 6 Mei 2024   13:50 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Mila Okta Safitri from Pixabay

                "Anna, lebaran kali ini, kamu tidak usah beli baju baru ya... banyak bajumu yang masih bagus kalau dipakai." Seorang Ibu mengatakan secara perlahan kepada anak perempuan terakhirnya perihal keuangan di rumah mereka. Anak perempuan itu mengenakan baju panjang terusan tanpa terpotong berwarna merah muda serta kerudung lebar berwarna merah muda yang lebih tua. Pasangan ibu dan anak ini sedang dalam perjalanan menaiki angkutan umum atau biasa disebut angkot, setelah Sang Ibu memperbaiki ATM-nya yang terblokir karena lupa enam angka rahasia. Anna mendampinginya sebab khawatir ibunya kena tipu. Ibunya bisa dibilang generasi paling tua di abad ini.

                Perempuan yang diajak bicara itu mengamini perkataan ibunya. Lagipula dia sudah menginjak usia yang tidak pantas lagi menerima uluran tangan orang tua. Meski begitu, Anna tetap bersyukur sebab kedua kakaknya tidak memaksanya untuk segera bekerja, walau terkadang pedang yang keluar dari mulut mereka melukainya. Dia pun tidak mau banyak meminta lagi.

                Hati Anna tetap gusar. Sebelumnya dia sudah mendatangi berbagai sekolah. Membawa berbagai berkas yang tersusun rapi. Diwawancara lalu gagal. Mengapa Anna tidak seberuntung manusia lain yang seusia dengannya? Sebab itu, Dia juga selalu menitikkan air mata tatkala melihat manusia dewasa awal yang seumuran dengannya sudah mampu mengumpulkan tabungan lebih dari dua angka di rekening pribadinya.

                Perjalanan 30 menit dari sebuah Bank ke rumah Anna telah usai. Anna duduk di depan meja yang berdiri sebuah laptop. Dilihatnya berbagai buku yang ada di atas pinggir kanan meja belajarnya. Kini meja itu sudah naik pangkat menjadi meja kerja. Anna sedikit ingin mengevaluasi usahanya untuk mandiri dalam hal keuangan.

                Anna melihat laptopnya yang sedang tidur. Sengaja benda itu dia istirahatkan. Dua tahun sudah laptop itu berjuang agar pemiliknya lulus dari perkuliahan. Di ruangan lain dalam rumah yang sepi, ada seorang ibu yang masih menerima uang pensiun dari usahanya menjadi guru di usia muda.

                "Anna, makan dulu!" suara lembut itu kini terdengar di depan pintu kamarnya.

                Semenjak resmi menyandang gelar sarjana, Anna tidak nyaman membuka pintu kamarnya. Melihat makanan yang terpajang di meja dekat televisi. Anna hanya mengambilnya singkat lalu membawanya ke kamar. Sang Ibu memaklumi kelakuan anak bungsunya yang tidak enakan itu.

                Perempuan berambut pendek dengan wajah khas perempuan Sunda. Mimik lembut dan tidak enakan mewarnai kehidupannya. Sebenarnya Anna pernah menjadi ketua sebuah divisi di organisasi yang menaunginya menjadi aktivis. Hanya saja, ketegasan yang dimilikinya justru menjadi bahan pemikiran yang berlebihan.

                Setelah rasa lapar dan hausnya sirna, dia segera membersihkan kembali alat makan dan minumnya. Tidak ada wastafel memaksa dia berjongkok di kamar mandi. Mengambil penggosok dan sabun. Lalu membasuhnya dengan air menggunakan gayung. Anna masih mensyukuri kehidupan seperti ini.

                Di kamar itu, Anna kerap bercengkrama bersama laptopnya. Selain bercita-cita menjadi seorang guru, dia pun hobi merangkai kata-kata menjadi sebuah bacaan. Entah itu cerpen maupun puisi.  Namun kini, dia lebih suka memperbaiki tulisan riwayat hidupnya.

                Anna Kencana, S.Pd 

                Pemilik nama lahir itu masih mengetik berbagai kelebihannya. Sejak kecil dia sudah bercita-cita menjadi guru. Namun nahas, gaji yang diterima menjadi seorang guru tidak sebanding dengan beban kerja yang menggunung. Walau begitu, Anna tetap mengetik surat lamaran dan kawan-kawannya demi menggapainya. Hanya tinggal beberapa langkah lagi.

                Kakinya sudah melangkah ke beberapa sekolah. Hanya saja guru mata pelajaran yang sesuai dengan jurusan Anna masih penuh. Anna sudah berada di titik lelah hingga berteriak di rumah temannya sampai menangis. Dilanjut dengan mematikan data internet yang ada di telepon genggamnya.

                "Anna, kau sudah berusaha, kini saatnya berdoa dan dekati Sang Pemberi Rezeki..." ujar Kanti. Perempuan yang selalu mengajarinya Bahasa Arab tidak begitu paham dengan masalah yang menghampiri Anna.

                Ada hari di mana Anna dikecewakan oleh janji ibunya. Perihal perempuan itu akan mengajar di sekolah tempat ibunya bekerja dulu. Tetapi perubahan kurikulum dan pengurangan jam pelajaran membuat kesempatan itu tak dapat digenggam Anna.

                Kesempatan untuk mengikuti kelas profesi pun tak dapat dijalaninya. Anna benar-benar kehilangan segala rencana yang sudah tersusun rapi. Perihal terlambatnya dia lulus kuliah karena penyakit mentalnya. Tetapi perlahan Anna berdamai dengan penyakitnya itu hingga dia masih bertahan. Usianya kini sudah menginjak seperempat abad.

                Perempuan berusia seperempat abad itu berjalan menuju tempat pelatihan penyembuhan diri mengenakan kerudung berwarna cokelat yang lebar menutupi dada, lalu baju terusan berwarna cokelat yang lebih muda dari kerudungnya. Baju yang dikenakan Anna biasa disebut gamis. Dia sudah menaiki angkot dua kali sebelumnya. Pelatihan yang diikutinya pada Bulan Januari itu membuatnya menerima ketetapan Allah dengan baik.

                "Rezeki itu datangnya tidak hanya dalam pekerjaan. Bekerja itu hanya satu pintu rezeki. Dobraklah pintu rezeki lainnya!" Satu kalimat itu terukir di hati Anna hingga tanggal 26 Maret 2024 dan seterusnya hingga napas diangkat oleh Tuhan.

                Anna selalu mengenakan baju terusan bernama gamis setiap keluar rumah. Begitulah dia bersabar. Yang penting menjalankan apa yang sudah dipelajarinya selama mengaji. Lebih tepatnya, mengkaji Islam. Kalau dibandingkan dengan kehidupan yang mengutamakan pencapaian uang di zaman ini, maka Anna pasti kalah. Tetapi, dia hanya ingin mendapat rida Allah.

                "Na, Ibu ada rezeki. Uang pensiunan Ibu bertambah. Kamu pesan baju gamis buat nanti lebaran ya di toko online."

                Senyum pun terpancar dari wajah Anna. Dia mendapatkan rezeki lebih di hari itu. Ibunya membelikannya gamis baru. Baju yang seperti lorong. Baju para penghuni surga.

PERINGATAN TEGAS : Siapapun tidak boleh plagiat karya ini!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun